Kompilasi quotes terbaik dari novel fiksi sejarah Rouzel Soeb yang berjudul "Tunggu Aku Pulang, Ayah"
Halaman ini menampilkan kumpulan quotes dari novel Rouzel Soeb, "Tunggu Aku Pulang, Ayah," yang tersedia untuk dibaca secara gratis di situs web ini. Cerita novelnya sendiri berfokus pada tragedi yang menimpa sebuah keluarga Indonesia berpenghasilan rendah yang terkena dampak langsung dari krisis moneter tahun 1998, dan 'dugaan' isu rasial yang diduga mempengaruhi komunitas Tionghoa-Indonesia saat itu. Silakan gulir ke bawah untuk membaca rangkaian kutipan menarik dari novel ini, dan jangan lupa untuk membaca novelnya sendiri.
Mereka yang selamat dari sebuah tragedi terkejam, pada dasarnya sudah mati.
Mereka bahkan sudah lebih dulu belajar caranya mencuri, sebelum belajar mencari nafkah.
Kalau aksi kriminal saja sudah dibanggakan secara terbuka, besar kemungkinan mereka akan segera berkompetisi menjadi yang paling jahat.
Gerbang neraka yang terbuka di depan matamu, hanyalah mimpi buruk yang tidak seharusnya pernah menjadi nyata bagimu.
Jika mereka harus berjalan dalam labirin untuk sekadar meminta keadilan yang kasat mata, tidakkah ini sudah menjadi kegagalan sebuah sistem?
Bagaimana mungkin manusia yang seharusnya terlahir dengan hati nurani sempurna, bisa berubah serupa dengan malaikat pencabut nyawa hanya dalam semalam?
Ganjaran atas kesalahan seorang anak, tidak pernah memerlukan mata publik untuk melihatnya.
Ketika para dalang sedang menggerakkan pion-pion caturnya, selalu akan ada orang-orang yang berakhir mati ... atau menjadi tak waras karenanya.
Lidah yang sengaja membisu atau dibisukan, seringnya menyimpan sejarah yang nyata.
Kekayaan orang per orang didapat berdasarkan kemampuan atau keberuntungan, bukan karena warna kulit atau bentuk mata.
Jika kami harus bersimpuh dan menangis di telapak kakimu, akankah kelak kau akan mengakui bahwa batu nisan mereka adalah buah tragedi?
Langit mengikat benang merah di antara seorang anak perempuan dan ayahnya ... menjadi ikatan hubungan antara insan yang lemah dan malaikat pelindungnya.
Semua orang di dunia mengatakan bahwa jalan terbaik untuk mengatasi luka adalah dengan memaafkan, tetapi boleh tidak melupakannya. Kalau saya menolak untuk memilih keduanya, apa itu akan membuat saya bukan seorang manusia yang baik?
Kita kaum ayah adalah orang yang menyambut putri kita ke dunia dengan menyebutkan kebesaran Allah padanya. Bisakah Anda membayangkan bagaimana rasanya ketika orang lain merasa berhak bertindak sebesar Allah untuk menutup mata putri kita dengan cara terburuk?
Rumah seorang ayah akan selalu terbuka sebagai jalan pulang bagi putrinya.
Bagikan halaman ini melalui:
Kembali ke Atas