...

Love and Death: Yoga & Dania

love and death : yoga & dania - a short story by rouzel soeb for free short stories compilation

Kania menatap pilu ke arah makam kakak kembarnya, Dania. Ia masih tak percaya bahwa kakaknya telah meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan pada tanggal 2 Desember lalu. Dalam perasaan terpukulnya, ada sesuatu yang terus mengganjal perasaannya.

 

Sudah beberapa hari semenjak Dania meninggal, tidak sekali pun pacar kakaknya itu -- Yoga -- datang untuk melayat. Yoga juga tidak pernah membalas pesan Whatsapp dari Kania, bahkan sampai di hari akhir di mana Dania akhirnya dikebumikan.

 

Kania tahu benar bahwa Dania sangat mencintai Yoga. Sejak saling mengenal dari SMP hingga akhirnya mereka berpacaran di SMA, Kania tahu persis bagaimana Dania sangat peduli dengan Yoga. Sayangnya, Yoga terlalu cuek pada kakaknya dan pria itu lebih sering tenggelam dalam dunianya sendiri.

 

Ia tahu bahwa cinta kakaknya bertepuk sebelah tangan, tapi gadis itu tidak berani memberi tahu pada Dania tentang isi pemikirannya tersebut. Ia takut kakaknya akan patah hati dan tenggelam dalam kesedihan, jika diperingatkan mengenai sikap sang cinta pertamanya.

 

Memang kakaknya yang saat itu duluan mengatakan perasaaannya pada Yoga. Menurut Kania, Yoga sendiri hanya seperti iseng menerima cinta Dania. Kania selalu curiga kalau Yoga sebenarnya tidak pernah benar-benar serius pada kakaknya.

 

Sekarang, segalanya seakan-akan terjawab. Bahkan saat Dania telah mati, Yoga tidak sekali pun datang untuk melayat atau turut menunjukkan rasa dukanya.

 

Emosi Kania kini meluap melalui air mata yang mengucur deras di wajahnya. Ia teringat bahwa kakaknya pernah mencurahkan perasaaan hatinya tentang Yoga pada Kania. Sang kakak terus bertanya-tanya, apakah Yoga sebenarnya hanya mempermainkannya atau tidak.

 

Kania sering kali hanya bisa menyuruh kakaknya untuk bertanya langsung pada Yoga. Namun, Dania tidak pernah berani untuk melakukannya. Ia terlalu peduli dengan Yoga sampai ia tidak pernah berani untuk membuat Yoga merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin remeh bagi sang pacar.

 

Kakaknya yang lemah tersebut sangat takut kalau jawaban Yoga malah nantinya akan menghancurkan hatinya. Malangnya, hingga akhir hidupnya, kakaknya itu tidak pernah tahu bagaimana perasaan sebenarnya sang kekasih padanya. Karena merasakan kesedihan yang bercampur amarah pada Yoga yang apatis, Kania pun bertekad untuk bertanya langsung pada Yoga demi mendiang kakaknya.

 

Seminggu setelah kematian Dania, Kania akhirnya masuk ke sekolah. Betapa sedihnya ia karena merasa dugaannya langsung terjawab dengan sendirinya begitu ia bertemu dengan pria yang dicarinya. Di sekolah, Yoga terlihat tengah asik bercanda dengan teman-temannya sendiri, seolah-olah tidak ada hal besar yang baru saja terjadi padanya.

 

Di jam pulang sekolah, Yoga bahkan tetap bisa santai bermain bola dengan teman-temannya sambil tertawa seperti biasa. Tentunya Kania semakin merasa geram melihat betapa Yoga tidak sedikit pun tampak mengenang kakaknya.

 

Laki-laki brengsek! Kania menghujat Yoga dalam hatinya. Bagaimana mungkin Yoga tidak terlihat peduli dengan kenyataan bahwa Dania sudah meninggal?! Mengapa dia masih bisa beraktivitas normal tanpa terlihat malu sama sekali dengan sikap cueknya?

 

Bukankah teman-teman Yoga juga tahu kalau Dania baru saja meninggal? Apa mereka juga tidak ikut bertanya-tanya, mengapa Yoga malah terlihat sesantai itu? Tidakkah mereka bingung melihat Yoga tidak hadir di pemakaman Dania, padahal hampir semua teman sekelas Yoga di sana hadir? Tidakkah mereka juga merasa sikap Yoga tersebut tidak manusiawi?

 

Karena kesal, Kania pun mengurungkan niatnya untuk berbicara dengan Yoga. Sebenarnya beberapa kali semenjak itu, Kania berpapasan lagi dengan Yoga di sekolah dan punya kesempatan untuk bertanya. Namun, karena tidak sekali pun Yoga terlihat seperti mau berbicara atau menyapanya, Kania menjadi serba salah.

 

Yoga tidak pernah meminta maaf akan sikapnya, sekadar basa-basi bertanya pada Kania tentang Dania, dan bahkan tidak juga mau melihat wajah Kania. Kehadiran Kania di dekatnya seolah-olah sangat memuakkan bagi Yoga, sehingga setiap kali mereka tanpa sengaja berpapasan, Yoga seperti berpura-pura untuk tidak melihatnya dan langsung berusaha untuk menghindar.

 

Seharusnya aku yang membenci kamu karena sudah menyakiti Dania, bukan kamu yang membenci aku!

 

Kalimat itu yang terus ingin disemburkan oleh Kania ke wajah Yoga dengan gamblang. Sayangnya, ia tidak pernah benar-benar punya kesempatan untuk melakukannya.

 

Gadis itu pun mulai merasa sangat sendiri di sekolahnya. Ia merasa bahwa kepergian kakaknya adalah hal normal bagi Yoga -- dan mungkin orang-orang lainnya di sana. Semua orang melanjutkan hidupnya dengan cepat dan itu membuat Kania merasa bahwa Dania yang baik nyatanya tidak cukup berharga bagi orang-orang lainnya. Padahal bagi Kania, kehilangan saudara kembarnya terasa begitu menyakitkan.

 

Ia menangis setiap saat, kesepian setiap waktu dan bahkan kehilangan semangat akan segalanya. Terburuk, Yoga yang sangat dicintai oleh kakaknya semasa hidup, malah menjadi orang pertama yang dengan mudahnya melupakan Dania, seakan-akan Dania bukan apa-apa dalam hidupnya.

 

Kesedihan Kania meluap begitu mengingat bahwa besok adalah hari ulang tahunnya yang biasa ia rayakan bersama sang kakak kembar. Itu seharusnya selalu menjadi hari yang sangat spesial bagi mereka berdua. Tentunya, semua yang menganggap kakaknya istimewa, pasti juga akan mengingatnya dan menganggapnya penting.

 

Karena itu, meski merasa muak pada Yoga, Kania akhirnya mematangkan pikirannya untuk benar-benar berbicara secara langsung dengan sang pria demi menanyakan satu hal terpenting yang tidak pernah diketahui oleh mendiang kakaknya bahkan sampai saat ia meninggal dunia. Hal itu adalah ... perasaan Yoga yang sebenarnya pada Dania.

 

Berbekal tekad, Kania sengaja menunggu Yoga saat jam pulang sekolah untuk menunggu suasana sepi. Ia pun terus menunggu di gerbang luar sekolah mereka, sampai akhirnya sosok yang dibencinya itu akhirnya muncul.

 

Begitu melihat sang pria, Kania segera menghadang langkah Yoga yang menatapnya dengan ekspresi terkejut. Pria itu awalnya seperti tidak percaya melihat sikap Kania, tetapi kemudian sorot matanya berubah dingin.

 

Dengan santai, ia lalu melaju tanpa mempedulikan kehadiran Kania di depannya. Air mata Kania pun menetes ketika melihat Yoga sekali lagi pergi darinya. Ia tidak mengerti mengapa Yoga bahkan tidak terlihat sudi untuk menatap wajahnya.

 

Kania tak habis pikir, mengapa Yoga bisa sampai setega itu. Ia tidak habis pikir, bagaimana Yoga bisa tidak bersedih meski dulu mendiang kakaknya selalu dengan tulus ada di samping sang pria. Dulunya Dania tidak pernah berhenti menyemangati Yoga, bahkan sering membuatkan bekal makanan untuk kekasihnya itu.

 

Kania ingin berteriak dan memaki Yoga dengan lantang. Namun yang terjadi selanjutnya, ia malah mengejar sang pria, menarik seragamnya dari belakang dan kemudian menampar wajah Yoga.

 

Ia tidak sanggup mengeluarkan kalimat apa pun akibat tangisnya yang sudah duluan meledak. Setelah melampiaskan amarahnya, dengan cepat, ia segera melarikan diri dari hadapan Yoga yang hanya menatap kosong pada Kania yang baru saja menampar wajahnya dengan keras.

 

Sang gadis lalu terus berlari -- berlari dan berlari -- tanpa mempedulikan banyak orang yang melihatnya menangis di jalan. Ia terus seperti itu sampai tanpa sadar, ia sudah menginjakkan kaki di rumahnya sendiri. Begitu sampai, Kania yang kesal lalu membanting pintu kamarnya dan langsung mengunci dirinya di kamar setelah itu.

 

Ibu Kania yang melihatnya, jelas hanya membiarkan Kania sendirian selama beberapa saat. Baru pada saat petang, sang ibu tiba-tiba mengetuk pintu kamar putrinya tersebut. Begitu masuk, ibu Kania itu langsung mengelus kepala anaknya dalam diam. Raut wajahnya terlihat begitu letih dan masih sama terpukulnya dengan Kania.

 

Tanpa berbicara apa pun, ia lalu meletakkan sesuatu di atas meja kamar Kania dan kemudian kembali pergi tanpa bersuara. Kania tahu kalau ibunya juga berusaha keras untuk menahan tangisnya karena melihat kesedihan putrinya. Mereka sekeluarga sudah sepakat untuk tidak merayakan ulang tahun Kania tahun itu karena kematian Dania.

 

Tentunya dalam melakukannya, sebenarnya sang ibu merasa sedih untuk Kania yang harus mengorbankan hari berharganya. Terlebih, keluarga mereka masih berkabung dan belum benar-benar bisa melupakan sosok Dania yang hangat di sekeliling mereka.

 

Kania sendiri hanya terus berdiam di kamarnya hingga menjelang jam 12 malam. Ia tidak sanggup makan apa pun, meski ibunya telah mengantarkan makanan untuknya sejak tadi. Setelah cukup letih menangis sambil berbaring, ia lalu mengangkat tubuhnya dan berjalan dengan lemas menuju meja kamarnya untuk melihat barang yang diletakkan ibunya di sana sore tadi.

 

Betapa kagetnya Kania saat melihat ponsel Dania sudah ada di mejanya. Selama ini, ia selalu lupa dengan benda yang selalu bersama dengan kakaknya tersebut dan tidak pernah terpikir untuk mencarinya. Melihat ponsel tersebut dalam kondisi mati, ia lalu mencoba mengisi daya baterai ponsel itu dan kemudian menyalakannya.

 

Begitu jaringan sudah stabil, Kania terkejut mendengar betapa banyaknya denting notifikasi pesan yang masuk ke ponsel sang kakak. Secara perlahan, ia pun membuka semua pesan Whatsapp kakaknya di sana dan sangat kaget saat melihat ada begitu banyak pesan dari Yoga sejak dua minggu lalu setelah kematian kakaknya. Ia membacanya satu per satu dengan napas yang tertahan ... dan secara mendadak mulai kembali meneteskan air matanya.

 

Jantung Kania berdegup kencang ketika membaca semua pesan tanpa henti dari Yoga tersebut. Ketika membaca pesan paling terbaru dari Yoga malam itu, tanpa sadar, kaki Kania pun langsung melangkah ke arah luar rumahnya. Kania berlari menuju ke sebuah taman di dekat rumahnya -- tempat Yoga dulu biasa menemui Dania -- dan kemudian menatap ke arah sana dengan bola mata yang melebar. Ada Yoga di sana -- yang sedang duduk di kursi taman seorang diri.

 

Pria itu sedang duduk membelakangi Kania dan tidak sadar dengan kehadiran adik dari Dania tersebut. Di hadapan Yoga malam itu, ada sebuah kue ulang tahun cantik dengan api lilin yang terus bergerak mengikuti semilir angin. Yoga hanya memandanginya tanpa suara. Pria itu seperti mematung di sana dalam kondisi cuaca yang sangat dingin.

 

Kania menutup mulutnya dan menahan dirinya untuk tidak bersuara agar Yoga tidak merasa malu dengan kehadirannya di sana. Ia tidak percaya bahwa Yoga ... mampu bersikap seperti orang tidak waras.

 

Ia masih tidak percaya kalau ternyata ... hampir setiap saat Yoga selalu mengirimkan pesan pada kakaknya, meski kakaknya sudah tiada. Kania susah percaya bahwa sosok Yoga yang selalu terlihat seakan-akan tidak peduli pada kakaknya, saat ini duduk di sana tanpa melakukan apa pun, seakan-akan tengah menunggu kedatangan Dania seperti hari-hari sebelumnya.

 

Entah bagaimana ketika tepat jam 12 malam, Yoga mulai terdengar bersuara. Suara pria itu terdengar terpatah-patah, seolah-olah ia tengah menghitung mundur dari hitungan ketiga, sebelum kemudian ia meniup api lilin di hadapannya. Setelah melakukannya, tangan Yoga terllihat langsung jatuh lemas ke kursinya -- dan pundaknya mendadak bergetar dengan kencang.

 

Hanya dalam beberapa detik setelahnya, pria itu tiba-tiba meledak dalam tangisan -- yang seperti sudah berusaha ditahannya selama ini dengan sekuat tenaga. Ia lalu meledak dalam kenyataan yang rupanya tidak pernah sanggup untuk diterimanya. Pria itu meluapkan rasa sesaknya ... yang ternyata disembunyikannya seorang diri.

 

Yoga terus menangis di sana berjam-jam berikutnya, sampai akhirnya ia jatuh tertidur di kursi taman yang dingin. Melihat Yoga kini meringkuk di sana, Kania lalu mendekati Yoga yang tertidur dengan sisa tangis di wajahnya, lalu meletakkan syal di lehernya ke tubuh Yoga yang terlihat begitu dingin dan kesepian.

 

Raut wajah pria itu tampak pucat pasi dan kelopak matanya terlihat sangat bengkak. Bahkan dalam tidurnya, Kania masih mendengar sisa isak tangis Yoga yang seperti tertahan.

 

Mungkinkah selama ini ia hanya tidak mampu untuk mencerna kematian Dania dengan baik? Mungkinkah selama ini ia menolak mengubah kebiasaan hidupnya karena terus berusaha menganggap Dania masih hidup? Apa mungkin dia terus menghindar dariku karena ... dia sedih menatap bayangan Dania di wajahku?

 

Karena merasa sangat bersalah telah berpikiran buruk tentang pria tersebut, Kania pun kemudian memutuskan untuk menjaga Yoga yang tengah tertidur di sana hingga langit mulai terang. Ia baru meninggalkan Yoga saat sinar matahari mulai mulai menyapa wajah pulas sang pria, lalu melangkahkan kakinya kembali ke rumahnya dengan perasaan lega bercampur haru.

 

Kini, ia tahu betapa Yoga sangat mencintai kakaknya. Kini, ia sadar bahwa Yoga bukanlah pria yang bisa mengekspresikan perasaan sedihnya dengan mudah. Kania kini justru tenggelam dalam rasa iba, setelah menyadari bahwa mungkin yang paling berat untuk menerima kepergian kakaknya, justru adalah pria yang dikiranya selama ini paling tidak peduli terhadap sang kakak.

 

Di depan rumahnya, Kania lalu berhenti sebentar untuk meraih ponsel Dania dari saku jaketnya -- dan memutuskan untuk kembali membaca pesan terakhir Yoga dari ribuan pesan yang dikirimkan pria itu pada mendiang kakaknya setiap hari. Setelah membacanya, Kania kemudian mengusap air mata yang bergulir jatuh di wajahnya yang tengah tersenyum dalam kemuraman.

 

[Selamat ulang tahun, KAMU, cinta pertama aku dan perempuan yang paling aku banggakan untuk seumur hidup aku. Aku hanya akan mengingat kamu dikubur di langit penuh bintang, agar bisa selalu menengadah untuk berbicara dengan kamu setiap malam menjelang. Sampai bertemu lagi suatu saat nanti.]

Bagikan tautan cerpen ini melalui:

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: KONTEN INI DIPROTEKSI!!!
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4499#!trpen#Optimized by #!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#/trp-gettext#!trpen#
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4500#!trpen#Turns on site high speed to be attractive for people and search engines.#!trpst#/trp-gettext#!trpen#