...

15. Siapa di Antara Mereka? #5


"Apa yang terjadi?" tanya Gina yang baru bangun dari tidurnya sambil berdiri di depan pintu kamar 213. Kondisi lorong kini sudah dipenuhi oleh banyak orang, tetapi hampir semua dari mereka tidak bersuara sama sekali. "Kiya, apa yang terjadi?"


"Ada petugas yang terkena gigitan pemangsa di lantai satu," jawab Kiya dengan wajah yang sama tegangnya dengan yang lainnya di sana. "Kata para petugas di lantai satu, melihat dari kondisi orang di bawah yang terkena gigitan dan sudah mengalami demam tinggi, besar kemungkinan dia diserang hampir satu jam yang lalu di saat banyak dari kita lagi dalam kondisi tidur."


"Masalahnya," lanjut Kiya dengan suara yang bergetar, "kondisi Blok Satu tertutup dari luar. Kata mereka, kalau enggak ada pemangsa di sini, itu artinya salah satu dari kita adalah inang pemangsa. Mereka bilang hanya inang pemangsa yang bisa menyamar seperti manusia normal dan bisa melakukan hal-hal mengerikan kayak begitu tanpa terdeteksi sebagai pemangsa."


"Inang pemangsa?" tanya Gina dengan bingung.


"Seperti Lilia di Blok Tiga tadi," jawab Kevin yang sejak tadi berdiri di dekat Kiya dan bersandar ke dinding di sebelah pintu kamar 213. "Mereka tadi bilang, inang pemangsa adalah kaum yang membawa virus pemangsa. Mereka sangat berbahaya dan manipulatif. Itu makanya Bayu dan Danica sekarang lagi melakukan pemeriksaan ke semua kamar dan ruangan di lantai dua."


Gina yang mendengar itu langsung terlihat sangat kaget. "Enggak mungkin ada makhluk seperti Lilia di antara kita. Kalian lagi bercanda, kan?"


Pertanyaan Gina tidak mendapat jawaban dari Kevin maupun Kiya. Kedua orang itu hanya memandang ke arah Gina dengan tampang serius.


"Ka---kalian serius?" tanya Gina, kini dengan ekspresi yang kembali terlihat takut. "Kalian serius ada makhluk seperti Lilia di sini? Ta---tapi, bagaimana mungkin? Kalau memang ada makhluk seperti itu di antara kita, kenapa kondisi kita sejak tadi baik-baik saja? Kenapa yang diserang malah lantai satu?"


Kiya menelan ludahnya. "Kami juga masih belum yakin dengan ini. Yang jelas, para petugas di lantai satu mendadak kembali mengunci diri di kamar mereka masing-masing dan lepas tangan dari kasus ini karena ketakutan. Sekarang, Kapten Tyrell dan Aslan lagi ada di bawah untuk mengamankan orang yang terkena gigitan tadi. Mereka terpaksa harus mengunci perempuan itu sebelum dia benar-benar berubah menjadi pemangsa."


Baru saja Kiya mengatakan itu, Danica mendadak muncul dari dalam kamar 213 dan langsung berjalan melewati Gina yang berdiri di depan pintu. Begitu keluar, ia langsung melihat ke arah Bayu yang juga baru keluar dari kamar Igor di ujung kiri lorong lantai dua.


"Enggak ada bercak darah segar di setiap kasur kamar ini," serunya ke arah Bayu. "Ini kamar perempuan terakhir yang aku cek. Aku enggak menemukan apa pun di sini."


"Di sini juga enggak ada apa-apa," balas Bayu sambil berjalan ke arah rombongan orang-orang lainnya yang berdiri di dekat kamar 213. "Aneh, kalau memang seseorang dari kita menyerang petugas medis di lantai satu, bukannya pasti ada bercak darah di baju pelaku? Semua baju kita di sini bersih dari darah dan enggak ada noda sedikit pun di lorong lantai dua maupun area tangga."


"Apa mungkin orang-orang di lantai satu sendiri yang melakukan ini?" tanya Danica dengan wajah sama bingungnya. "Ini enggak masuk akal. Orang di lantai satu tadi bisa jadi terluka bukan karena gigitan inang pemangsa, kan?"


"Dia terkena luka gigitan," gumam Kevin, menimpali ucapan Dania. "Aku dan Bayu tadi lihat jelas luka di bagian leher orang itu. Meski berukuran kecil, itu luka robek akibat gigitan, bukan karena benda tajam. Sayangnya, dia enggak bisa bicara karena kondisinya tadi lagi demam tinggi dan menggigil. Kata orang-orang di Blok Satu, itu adalah gejala sebelum seseorang benar-benar berubah menjadi pemangsa."


"Sialan! Kita sudah dalam kondisi aman dan ini harus terjadi lagi?!" gerutu Daniel dengan nada frustrasi. Mata pria itu dan Somsak masih sama-sama tampak merah karena baru dibangunkan dari tidur nyenyak mereka. "Apa enggak satu pun dari kita akan bisa bernapas lega untuk sebentar saja dari teror pemangsa di pulau ini?! Itu makanya kalian semua sekarang membawa senjata masing-masing bahkan di tempat istirahat kita ini?"


Kondisi di sana mendadak berubah menjadi hening setelah Daniel mengatakan itu. Namun, suara langkah-langkah kaki dari bagian tangga membuat kesunyian di sana tidak bertahan lama.


"Itu Kapten Tyrell dan Aslan," tukas Somsak sambil memandang ke arah Tyrell dan Aslan yang kini berjalan ke arah mereka dari puncak tangga.


Bayu ikut menoleh ke belakangnya dan melihat Tyrell melangkah di depan Aslan. "Orang di bawah tadi sudah diisolasi di ruang terpisah?"


Tyrell maupun Aslan yang baru muncul tidak langsung menjawab pertanyaan Bayu. Kedua pria itu malah memandangi satu per satu orang-orang di lantai dua dalam diam.


"Kami sebenarnya enggak mau menimbulkan rasa curiga antar satu sama lainnya di sini, tapi perkataan orang di lantai satu tadi masuk akal," ujar Tyrell beberapa detik kemudian. "Para petugas di bawah selama ini sangat ketat dengan orang-orang yang berpotensi terinfeksi. Kondisi di Blok Satu juga tertutup dari luar. Jadi, bisa saja memang ada satu di antara kita yang mungkin baru mengalami fase perubahan akhir setelah terinfeksi."


"Fase perubahan akhir?" tanya Kiya sambil mengerutkan dahinya.


"Luka di leher petugas tadi memang merupakan luka gigitan, tapi dia enggak sepenuhnya dimangsa," kata Aslan. "Sebelum kembali mengisolasi diri, salah satu petugas di bawah tadi sempat bilang kalau hal seperti ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang masih dalam tahap perubahan menjadi inang pemangsa. Besar kemungkinan orang tersebut akan mulai merasa terus kelaparan dan mulai memandang pihak lainnya sebagai mangsa."


"Yang benar saja!" seru Daniel dengan ekspresi syok. "Kalian mau bilang kalau ucapan orang-orang di lantai satu itu pasti benar? Kalian mengira ada inang pemangsa di antara kita?"


"Daniel, belum ada yang menyimpulkan apa pun," balas Tyrell dengan cepat. "Mereka bilang, ada perbedaan di antara struktur otak pemangsa dan inang pemangsa. Jika otak pemangsa kebanyakan mengalami kerusakan dan hanya menyisakan insting berburu untuk makanan seperti kebanyakan binatang buas, inang pemangsa mengalami perubahan dalam struktur otak atau aktivitas neurotransmitternya."


"Karena itu," lanjut Tyrell, "selain merasa lapar dan memiliki naluri berburu mangsa, kecerdasan mereka yang merupakan inang pemangsa akan sangat mungkin untuk mengalami penajaman dari waktu ke waktu. Itu makanya para inang pemangsa disebut sangat berbahaya. Mereka yang masuk kategori ini akan mudah menyamar dan menjadi manipulatif."


"Jadi, siapa pun yang menyerang petugas di bawah tadi bisa saja sudah langsung menghilangkan bukti penyerangan yang dilakukannya," tambah Aslan. "Karena itu, kami tadi sudah memutuskan untuk meminta keterangan dari setiap orang di sini, misalnya, apa kalian mendengar atau melihat sesuatu sekitar satu jam yang lalu? Selain itu, kami juga akan menanyakan alibi kalian."


"Itu mudah," jawab Daniel dengan cepat. "Sejak pindah dari kamar 213, aku dan Somsak langsung tidur di kamar baru kami dan baru dibangunkan sekitar lima belas menit yang lalu sama Bayu. Kami enggak ke luar kamar sama sekali sejak awal."


"Apa masing-masing dari kalian yakin kalau teman sekamar kalian tadi benar-benar tidur?" tanya Aslan pada Daniel.


"Kamu sendiri? Bagaimana kami akan tahu kalau kamu benar-benar tidur atau enggak?" balas Daniel dengan sengit. "Di sini, orang-orang yang mendapatkan kamar sendiri yang paling mungkin untuk dicurigai, kan? Bisa jadi saat orang lain lagi tidur nyenyak, kamu ke bawah tanpa ada yang tahu!"


"Itu yang lagi aku bicarakan," ujar Aslan lagi. "Siapa pun yang tertidur lelap, enggak akan sadar dengan pergerakan orang-orang di sekitarnya, terlepas dari dia tidur sendirian di kamar atau tidur beramai-ramai. Semua orang tadi dalam kondisi kehabisan tenaga. Meski durasinya mungkin singkat, rata-rata dari kita mungkin tidur sangat nyenyak, kecuali pelakunya."


"Karena itu," lanjut Aslan, "bagaimana masing-masing dari kita bisa yakin kalau orang yang bersama dengan kita sebenarnya benar-benar tidur atau ternyata sempat menyelinap keluar? Seberapa yakin kamu kalau teman sekamar kamu juga tidur nyenyak saat kamu lagi tertidur?"


Daniel mendadak terdiam. Ia dan Aslan lalu sama-sama menoleh ke arah Somsak yang kini bengong.


"A---aku?" tanya Somsak ke arah Daniel dengan tampang bingung. "Aku benar-benar tidur nyenyak tadi sampai Bayu menggedor pintu kamar kita. Aku sangat yakin kalau aku bahkan tidur sampai mengiler saking nyenyaknya. Apa kamu mau mengecek bantal aku dan menciumnya?!"


"Menjijikkan," desis Daniel dengan jengkel.


"Kalau kamu tidur sangat nyenyak, itu artinya kamu enggak akan tahu pergerakan teman sekamar kamu sendiri, kan?" tanya Aslan pada Somsak.


Somsak belum menjawabnya, tetapi Daniel langsung melotot ke arah Aslan. "Kamu gila?! Kenapa aku merasa kalau kamu lagi curiga sama aku atau Somsak?!"


"Jangan terlalu cepat marah, aku enggak sedang berusaha menyudutkan kalian. Aku hanya berusaha menjelaskan kalau semua orang punya potensi yang sama untuk menjadi tertuduh di sini," ujar Aslan dengan cepat.


Daniel yang bersumbu pendek langsung kembali meradang. "Kalau begitu, kenapa kamu harus nanya alibi kami masing-masing kalau memang yakin semua orang bisa menyelinap ke bawah di saat yang lainnya lagi tidur?! Kamu juga bisa jadi tersangka; apa hak kamu untuk menginterogasi kami?!"


"Karena mungkin saja ada satu-dua orang di antara kita yang tanpa sadar melihat atau mendengar sesuatu yang terkait dengan orang-orang di sekitar kita sendiri," kata Aslan, berusaha untuk tetap tenang. "Aku mengakui kalau aku sendiri memang enggak punya alibi. Aku yakin semua yang tidur sendiri juga enggak punya alibi, tapi ini bukan berarti mereka yang tidur satu kamar dengan yang lainnya bebas alibi, kan?"


"Karena tidur sendiri, saya juga enggak punya alibi," timpal Tyrell secara mendadak. "Saya tidur nyenyak di kamar saya dan enggak sadar apa pun sampai Kiya dan Sofia tadi panggil saya dan Aslan untuk ke bawah."


"Aku juga lagi tidur waktu dibangunkan sama Bayu tadi," cetus Danica dari samping Gina. "Sara juga dalam kondisi seperti baru terbangun saat aku datang ke kamarnya. Ini artinya, aku dan Sara juga sama-sama enggak punya alibi."


Semua orang kini memandang ke arah Ivan dan Igor yang sama-sama sedang berjongkok di lorong lantai dua.


"Aku masih mengantuk, jadi sebenarnya aku enggak peduli kalian curiga ke kami atau enggak," ujar Ivan sambil menguap. "Yang jelas, aku baru terbangun sampai orang bernama Bayu itu menggedor kamar aku sambil membawa senjatanya."


"Aku juga begitu," sambung Igor. "Setelah mandi dan mendapat kamar, aku langsung tidur nyenyak dan enggak sadar dengan apa pun lagi."


Melihat pandangan mata semua orang kini mengarah padanya dan Kevin, Bayu akhirnya bersuara, "Sejujurnya, aku dan Kevin belum sempat tidur sama sekali. Setelah bicara dengan Danica, aku dan Kevin memang masuk ke kamar, tapi kami enggak bisa langsung tidur dan malah terus mengobrol. Itu makanya tadi kami sama-sama bangun untuk ke toilet sebelum mendengar suara teriakan dari lantai satu."


"Ya, waktu menuju ke toilet, kami ketemu sama Perempuan Beasiswa dan Sofia di dapur," tambah Kevin. "Meski begitu, aku dan Bayu enggak merasa mendengar apa pun yang mencurigakan dari arah luar selama kami mengobrol di kamar tadi. Kami sedang fokus membahas senjata dan hal-hal lainnya, jadi enggak tahu kalau ada sesuatu yang terjadi di lantai satu."


Igor seketika mendengus. "Mengingat kalian berdua sama-sama punya riwayat tindakan yang mencelakakan orang, kalian berdua bisa saja bersekongkol, kan?"


"Brengsek! Aku yang tadi selamatkan kamu dan teman kamu dari Blok Tiga!" maki Kevin dengan nada mulai emosi. Namun, saat ia sudah akan bergerak untuk memukul Igor, Sofia mendadak berseru.


"Tu---tunggu! Bayi aku, Gergő... dia mungkin mendengar sesuatu," ucap wanita itu secara tiba-tiba. "Aku dan Gergő tadi juga sempat tidur nyenyak, tapi enggak tahu kenapa, dia tiba-tiba bangun lagi dan langsung menangis. Biasanya kalau Gergő kecapekan dan akhirnya bisa tidur, dia baru akan terbangun dua jam setelahnya atau bahkan lebih. Anehnya, dia tadi terbangun lebih cepat tanpa sebab yang jelas."


"Bagaimana kamu yakin kalau dia tadi mendengar sesuatu?" tanya Mia dengan dahi mengerut. "Anak kamu itu sebelumnya terus menangis tanpa sebab."


"Aku memang enggak seratus persen yakin soal ini, tapi Gergő selalu sangat sensitif dengan pergerakan orang-orang di sekitarnya, apalagi di tempat baru," gumam Sofia dengan ekspresi sedikit ragu. "Aku mungkin saja salah; enggak mungkin salah satu orang di kamar kami yang menyelinap ke luar dan menyerang petugas di bawah tadi, kan?"


Semua orang di sana kini memandang ke arah para penghuni kamar 213 yang tersisa. Baik Kiya, Gina, dan Mia sendiri langsung sama-sama saling memandang.


"Bukan aku pelakunya. Begitu pindah kamar dan mendapat kasur, aku tadi langsung tidur dengan nyenyak," jawab Mia dengan wajah panik. Ia kemudian menunjuk ke arah Gina. "Aku dengar, perempuan ini tadi sempat dibawa ke Blok Dua? Kita semua di sini tahu kalau orang-orang yang dibawa ke Blok Dua adalah mereka yang dicurigai terinfeksi, kan? Apalagi, dia tadi juga sempat demam."


"A---aku?" Gina mulai terlihat sama paniknya. "Aku memang sempat demam dan dibawa ke Blok Dua, tapi itu karena kondisi fisik aku sedang lemah karena kehujanan dan berenang di laut sepanjang malam. Aku benar-benar enggak tahu apa pun yang terjadi saat aku tidur tadi."


Melihat reaksi semua orang yang masih menatapnya dengan curiga, Gina kini menggelengkan kepalanya. "Sumpah, bukan aku pelakunya! Kalian curiga ke aku? Aku benar-benar enggak melangkah keluar dari kamar 213 setelah mandi dan makan tadi. Aku bahkan enggak akan berani ke lantai bawah sendirian. Kenapa kalian enggak percaya sama aku?"


"Aku... percaya sama kamu," ucap Daniel setelah sempat ikut terdiam. Pria itu lalu memandang ke sekelilingnya. "Bukan hanya Gina yang tadi dibawa ke Blok Dua; aku juga dibawa ke sana. Kalau Gina karena demam, aku dibawa ke sana karena betis aku terluka akibat terkena batu karang saat di pantai tadi. Ini enggak adil. Kalau bicara soal ini, kalian yang dari Blok Tiga bukannya lebih berpotensi terinfeksi dibanding dengan kami?"


"Sudahlah, hentikan," ujar Tyrell untuk mencairkan suasana di sana yang semakin menegang. Ia lalu memandang ke arah Sofia. "Saat kamu bangun tadi, apa kamu lihat semua orang ada di tempat tidur mereka masing-masing?"


Sofia terlihat berpikir. "Aku enggak benar-benar fokus ke orang-orang di sekeliling aku karena tadi langsung berusaha menenangkan Gergő. Saat Gergő mulai tenang lagi, Kiya terbangun."


"Bukan mau membela Gina karena dia teman aku," cetus Kiya ke arah yang lainnya, "tapi saat aku bangun tadi, Gina memang lagi tidur, begitu juga dengan Mia. Mereka enggak kelihatan seperti orang yang lagi pura-pura tidur. Apalagi, baju mereka juga bersih dari darah."


"Emh... apa enggak mungkin kalau inang pemangsa sebenarnya berasal dari lantai satu sendiri?" ujar Somsak, mendadak memecah keheningan yang sempat tercipta di antara mereka semua. "Maksud aku, kalau memang kaum inang pemangsa memiliki inteligensia tinggi dan manipulatif, bukannya lebih masuk akal kalau pelakunya memang dari lantai satu?"


"Semua orang di lantai satu tadi dalam kondisi mengisolasi diri di kamar masing-masing," sambung Somsak. "Apa yang buat petugas yang diserang tadi bisa sampai keluar dari kamarnya? Enggak mungkin kalau dia mau keluar dari kamarnya hanya karena dipanggil sama orang lantai dua yang enggak dia kenal, kan? Jadi, lebih masuk akal kalau penyerangnya ada di lingkungan orang-orang lantai satu sendiri."


"Ini lebih terdengar masuk akal," gumam Daniel. "Kalau memang salah satu dari mereka adalah inang pemangsa, tangga ke lantai dua yang mudah diakses oleh orang-orang lantai satu harus segera dibarikade."


Semua orang di sana tiba-tiba langsung riuh membahas soal kemungkinan tersebut. Namun, Kevin yang ada di samping Kiya, melihat reaksi berbeda dari wajah sang gadis yang tampak seperti baru menyadari sesuatu.


"Perempuan Beasiswa, ada apa?" tanya Kevin dengan mata yang memicing ke arah gadis tersebut.


Kiya mendongak dan langsung menatap ke arah Kevin, lalu ke arah orang-orang lainnya yang tampak sedang sibuk dengan pembicaraan mereka terkait orang-orang di lantai satu.


"Kevin," bisiknya, "kondisi lorong ini tadi lagi sepi waktu kamu dan Bayu melintas di depan dapur. Ada kamar mandi kosong di dalam kamar 212 dan kamar 214, apa yang buat kamu dan Bayu tadi sampai harus menggunakan toilet di ujung lorong?"


Kevin mengernyitkan alis matanya. "Kamar mandi di kamar 214 sudah disepakati untuk hanya digunakan sama Danica dan Sara, atau siapa pun kaum perempuan yang butuh menggunakannya. Kami yang laki-laki sepakat untuk menggunakan kamar mandi di kamar 212, tapi karena tadi kondisi pintunya tertutup dan seperti lagi ada orang di dalamnya, aku dan Bayu terpaksa langsung menuju ke toilet di bagian ujung."


"Itu yang aneh, kan?" ucap Kiya lagi. "Kalau memang tadi banyak orang yang lagi tidur, siapa yang pakai kamar mandi di kamar 212 sampai buat kamu dan Bayu harus ke toilet lainnya?"


Kevin mendadak mematung dengan bola mata yang melebar. "Kamu... mau bilang kalau pelaku sebenarnya ada di dalam kamar mandi itu saat aku dan Bayu tadi ke sana?"


"Ya, dia mungkin lagi ada di kamar mandi 212 sebelum kalian pindah ke toilet ujung," ujar Kiya lagi. "Kita enggak bisa menemukan bercak darah di baju siapa pun karena Kapten Tyrell tadi bawa banyak stok baju ganti dari gudang dan meletakkan sebagian di antaranya di kamar 212, kan? Setahu aku, banyak barang dari ruang-ruang yang dikosongkan tadi dipindah ke 212?"


"Kalau perkiraan aku benar," lanjut Kiya, "siapa pun dari kita bisa saja mengganti bajunya dan membersihkan dirinya dengan cepat di kamar mandi 212. Apalagi, di sana tadi ada kain penuh darah dari tangan aku yang terluka saat buat tali. Orang-orang yang naik juga banyak yang kondisinya lagi terluka. Jadi, kalau ada yang melihat bercak darah di lantai atau di dinding 212, enggak akan ada yang curiga."


Kevin menahan napasnya. "Tapi kalau ada baju dengan noda darah segar di bagian pundak atau dada yang tiba-tiba diletakkan di sana, itu artinya..."


Kiya segera mengangguk. "Artinya, seseorang baru saja meletakkan itu di sana dan dia memang pelakunya. Itu juga bisa berarti kalau memang ada inang pemangsa di antara kita."


Kevin terdiam sejenak. Namun beberapa detik berikutnya, ia dan Kiya langsung sama-sama meluncur ke arah kamar 212. Sayangnya, belum sempat ia dan Kiya membuka pintu kamar tersebut, suara teriakan yang keras mendadak terdengar dari arah belakang Blok Satu.


Aslan yang berdiri tepat di depan kamarnya sendiri langsung refleks membuka pintu kamarnya dan segera berlari ke arah jendela kecil di sana untuk melihat ke arah luar. Ia segera disusul oleh Danica dari belakangnya. Begitu melihat ke luar, kedua orang itu langsung sama-sama terlihat terkejut.


"Ada yang masih hidup di belakang sana!" seru Aslan ke arah Tyrell yang kini berdiri di depan pintu kamarnya. "Dua orang petugas sedang berlari menuju ke sini dari Blok Dua."


"Aku kenal mereka," sambung Danica dengan cepat. "Mereka adalah Mei Ling dan Jared, para peneliti utama dari Blok Dua."


Tyrell mendadak ikut mendekat ke arah jendela dan kini melongok ke arah luar untuk melihat apa yang baru saja dilihat oleh Aslan dan Danica. "Apa yang terjadi sampai mereka mendadak keluar dari Blok Dua?"


Bersamaan dengan itu, suara tembakan tiba-tiba terdengar dari arah luar lantai satu. Bayu yang masih ada di lorong, mendadak langsung berlari ke dalam kamar 213 yang pintunya masih terbuka untuk melihat ke luar jendela. Setelah itu, ia langsung berlari ke arah Tyrell yang kini sudah kembali berdiri di depan pintu kamar Aslan.


"Tadi orang-orang di Blok Satu memutuskan untuk meninggalkan rekan mereka yang terinfeksi dan langsung masuk ke kamar masing-masing lagi, kan?" ucapnya ke arah Tyrell sambil memandang ke arloji di pergelangan tangannya.


"Kenapa dengan itu?" tanya Tyrell dengan wajah bingung.


"Kapten, mereka bukan enggak peduli dengan rekan mereka yang terinfeksi tadi," jawab Bayu dengan cepat. "Aku baru ingat kalau tadi aku dengar ada kapal yang sore ini akan merapat ke pulau ini. Para petugas lantai satu itu lagi dikejar waktu. Mereka semua... sedang berencana kabur dari pulau ini dengan menggunakan kapal itu, tanpa melibatkan kita sama sekali!"

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Terlama
Terbaru Vote Terbanyak
Inline Feedbacks
View all comments
error: KONTEN INI DIPROTEKSI!!!
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4499#!trpen#Optimized by #!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#/trp-gettext#!trpen#
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4500#!trpen#Turns on site high speed to be attractive for people and search engines.#!trpst#/trp-gettext#!trpen#