Di Kamp Militer
"Tempat ini sepi sekali," gumam Danica sambil memandang ke arah barak militer yang terlihat kosong melompong. "Apa ini semua enggak aneh? Sejak dari Blok Satu tadi, kita enggak berpapasan dengan satu pun pemangsa. Bagi aku, ini mencurigakan."
"Kamu mau kita berpapasan dengan pemangsa? Dasar pelac*r bodoh!" desis Igor sambil tertawa mengejek.
Danica hanya memandang tajam ke arah Igor selama beberapa detik, sebelum kemudian menoleh ke arah Kevin yang baru datang bersama dengan Sofia dan bayinya.
"Bayu enggak sama kamu?" tanya Danica dengan dahi mengerut.
"Dia akan menyusul sama Perempuan Beasiswa," jawab Kevin sambil mengusap wajahnya yang sudah kembali basah. Pria itu lalu melirik ke arah rombongan Tyrell yang sedang berbicara dengan para petugas lantai satu di dekat beberapa mobil yang terparkir di sana.
"Dua mobil bak terbuka dan satu mobil jeep? Bukannya kalian punya beberapa truk militer yang permukaannya lebih tinggi tadi?" tanya Kevin sambil berjalan ke arah empat petugas lantai satu yang kini bersama dengan Tyrell dan Aslan.
"Saat kejadian tadi, semua truk militer lagi ada di luar penjara," jawab petugas pria yang tadi bersama dengan mereka. "Besar kemungkinan mereka semua yang ada di truk itu sudah tewas. Itu makanya semua truk itu enggak kembali ke sini. Yang ada di sini hanya tersisa mobil-mobil yang biasa dipakai untuk mengangkut logistik dari dermaga."
"Yang paling aman di sini hanya mobil jeep tertutup ini, tapi ini hanya muat untuk empat sampai lima orang," komentar Daniel dari samping mobil jeep berwarna hijau. "Tapi kenapa ini satu-satunya mobil yang enggak ada kuncinya?"
"Itu mobil khusus milik Blok Dua. Yang pegang kuncinya hanya dua orang petugas dari sana yang sedang berusaha untuk menuju ke sini," jawab petugas pria tadi lagi. Ia lalu melirik ke arah arloji di pergelangan tangannya. "Seharusnya dua orang dari Blok Dua sudah di sini, tapi enggak tahu kenapa mereka belum juga datang. Kita sudah enggak punya banyak waktu lagi. Kalau begini, kita mungkin harus pergi lebih dulu dan terpaksa biarkan yang lainnya menyusul."
"Bayu, Perempuan Beasiswa, dan anak kembar di Blok Satu masih belum datang ke sini," ujar Kevin dengan tampang keberatan.
"Kamu mau bertanggung jawab kalau kapal datang lebih cepat dan langsung pergi lagi sebelum kita datang karena melihat kondisi di pulau ini yang mencurigakan?" respons sang petugas dengan sengit. "Setidaknya kalau sebagian dari kami duluan ke sana, kami akan bisa menahan kapal itu untuk pergi dari sini sebelum yang lainnya menyusul ke dermaga. Kalau kita semua menunggu di sini dan kapal pergi lebih cepat, ini semua akan sia-sia."
"Siapa nama kamu?" tanya Somsak pada sang petugas.
“Ben.”
"Oke, Ben, bagaimana kalau kapal ternyata datang lebih lama?" tanya Somsak lagi.
Ben hanya memasang tampang datar. "Itu artinya kita harus cari tempat aman untuk menunggu. Lebih baik menunggu dibanding terlambat. Bagaimanapun, kita keluar untuk kabur sebelum kita semua terjebak dalam sistem lock island. Hanya ini satu-satunya cara untuk selamat."
Tyrell yang mendengar itu kemudian menghela napasnya. "Dia benar. Harus ada yang duluan ke sana untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk lebih cepat. Kita belum tahu apa akan ada halangan saat menuju ke sana nanti. Bisa jadi di tengah-tengah perjalanan menuju ke sana, tim pertama akan bertemu dengan para pemangsa. Ini memang akan memakan waktu lebih untuk mencapai dermaga."
"Kalau begitu, kita harus membagi dua tim kita karena satu mobil bak terbuka di sini enggak akan bisa menampung semua orang," kata Aslan. "Kalau dua orang ada di jok depan, di belakang bisa menampung paling banyak hanya sekitar sepuluh orang karena orang-orang yang bawa senjata di bak terbuka butuh pergerakan lebih leluasa untuk kasih perlindungan ke yang lain-lainnya."
"Sejauh ini di sini sekarang ada 16 orang dewasa dan satu Bayi," respons Tyrell. "Ini belum termasuk yang akan menyusul dari Blok Satu dan Dua. Karena mobil ini hanya bisa menampung sekitar 12 orang, itu artinya empat orang dari kita mungkin harus tetap di sini dan nanti menyusul bersama orang-orang tersisa."
Ia lalu menoleh ke arah Ben. "Apa orang-orang dari Blok Dua pegang senjata api?"
Pertanyaan ini langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Ben. "Setahu kami tadi, mereka bilang mereka enggak punya senjata api. Itu mungkin sebabnya mereka lebih lambat datang ke sini."
"Ada enam orang yang pegang senjata api di sini: saya, kamu, Aslan, Kevin, Bayu, dan Sara. Satu lainnya, Danica, punya busur panah," kata Tyrell. "Ini artinya, hanya ada tujuh orang yang bisa membantu untuk melindungi yang lainnya. Jika rombongan dibagi dua, maka seharusnya di rombongan pertama ada tiga pemegang senjata api dan begitu juga dengan rombongan kedua."
"Kalau rombongan pertama lebih gemuk, Danica bisa bantu di rombongan pertama. Saya rasa itu adil," ucap Aslan.
"Benar," jawab Tyrell. "Karena Bayu di belakang sudah pegang senjata api, rombongan kedua butuh tambahan dua orang pemegang senjata api untuk membantu. Mungkin saya dan Kevin akan masuk ke rombongan kedua saja bersama dua orang lainnya, sementara Aslan, Danica, Sara, dan Ben bisa membantu di rombongan pertama. Sebaiknya kaum perempuan saja yang diutamakan masuk ke rombongan pertama."
Kevin langsung mengangguk. "Aku enggak keberatan. Aku akan menunggu Bayu dan yang lainnya di sini."
"Kapten, Anda lebih dibutuhkan di rombongan pertama kalau rombongan pertama lebih banyak berisi kaum perempuan, apalagi ada bayi di sini," ucap Aslan ke arah Tyrell. "Selain itu, mereka yang mengemudi bisa dipilih dari mereka yang enggak pegang senjata supaya pemegang senjata bisa fokus untuk melindungi dari bagian belakang."
"Aku dan Ivan bisa mengemudi dan kami enggak pegang senjata," ucap Igor, tiba-tiba maju bersama dengan Ivan. Sayangnya, begitu kedua orang tersebut maju, hampir semua dari orang-orang di sana langsung menunjukkan tampang keberatan.
"Ini serius? Kalian enggak percaya sama kami berdua?!" seru Igor sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dengan ekspresi tersinggung dan jengkel. "Dasar brengsek kalian semua!"
Tanpa mempedulikan makian-makian kasar dari Ivan dan Igor, Aslan lalu menoleh ke arah Daniel. "Kamu pasti bisa menyetir, kan?"
"Kamu tanya apa Daniel bisa menyetir atau enggak?" tanya Somsak sambil mengangkat sebelah alis matanya. "Dia sering ikut balap reli dan terkadang juga melakukan offroad. Daniel sangat mahir mengemudi mobil, bahkan di berbagai lintasan sulit."
"Kalau begitu, kamu dan Daniel nanti bisa mengisi jok depan, sementara yang lainnya di belakang," ujar Aslan. "Kalau empat orang di antara kita harus menunggu di sini untuk ikut rombongan kedua, itu artinya mereka adalah Ivan, Igor, Kevin, dan...."
"Saya," sambung Tyrell dengan cepat. "Saya sudah janji ke Bayu untuk menunggunya di sini."
"Aslan benar, antara Kapten atau Kevin, sebaiknya ikut rombongan pertama karena rombongan pertama diisi lebih banyak perempuan," ucap Sara secara tiba-tiba. "Bagaimanapun, toh kita tetap akan sama-sama menuju ke dermaga. Sebagai gantinya, saya akan menunggu rombongan kedua di sini."
"Saya juga akan menunggu di sini, jadi sebaiknya Kapten ikut masuk di rombongan pertama saja," jawab Kevin dengan tegas. "Tenang saja, Kapten, saya dan Bayu enggak mudah tumbang. Kapten bisa membantu Danica, Aslan, dan Ben untuk melindungi semua orang yang akan pergi lebih dulu."
"Kamu yakin?" tanya Tyrell dengan wajah ragu.
"Seratus persen," jawab Kevin sambil tersenyum ke arahnya dan Danica yang tampak cemas. "Tugas kalian di rombongan pertama lebih berat karena kalian akan buka jalan untuk kami yang di belakang. Jadi, saya rasa Kapten memang lebih pantas untuk ada di rombongan pertama agar kami nanti bisa lebih santai."
"Dasar brengsek!" maki Tyrell sambil tertawa.
"Kami akan bersama dengan dua orang berbahaya seperti dia dan yang orang bernama Bayu?" tanya Igor sambil menunjuk ke arah Kevin. "Terus, kalian anggap kami akan bisa merasa aman kalau Sara, perempuan pelac*r dari Ukraina ini, membawa senjata sementara dia selama ini dendam ke kami?"
"Kamu takut?" desis Aslan dengan kesal sambil mendekat ke wajah Igor. "Kalau kamu mau memakai rok, aku akan biarkan kamu ada di rombongan pertama."
Igor kini melemparkan pandangannya ke semua perempuan di sana. "Kalian diam saja sementara Aslan baru saja bersikap seksis dan melemahkan kaum perempuan seperti kalian?"
"Setidaknya dia enggak seperti kamu yang berkali-kali mengucapkan kata-kata pelac*r, tapi takut ada di rombongan yang sama dengan Sara," sambar Danica dengan nada sinis ke arah Igor.
Sara seketika tertawa pelan. "Dasar sampah!"
“Cyk* bly*t!” maki Ivan yang ada di samping Igor ke arah Danica dan Sara dalam bahasa Rusia. "Berharaplah kalian terus memegang senjata kalian selagi di dekat kami karena kalau enggak, kalian akan tahu apa yang akan terjadi."
Ivan lalu menarik tangan Igor yang masih marah ke arah sudut agak jauh di kamp militer dan kemudian duduk diam di sana. Sementara Ben kini menatap ke arah Tyrell dan Aslan.
"Kita harus pergi sekarang," ujar Ben sambil melirik ke arah arloji di pergelangan tangannya. "Kapal dijadwalkan merapat setengah jam lagi. Kalau enggak sekarang, semua usaha kita dengan nekat keluar dari Blok Satu bisa sia-sia."
"Berhati-hatilah," ucap Kevin lagi ke arah Tyrell, Aslan, dan rombongan pertama lainnya yang mulai siap untuk menaiki mobil. "Kita enggak tahu ada apa di depan sana. Kalau pemangsa di sini berjumlah sedikit, bisa jadi mereka juga ada di area luar penjara karena sesuatu."