...

5. Rahasia Pulau X

 

Pulau X, Laut China Selatan, September 2016 (lima tahun sebelumnya)

 

"Kamu lihat mereka? Ada di sekeliling orang-orang kayak mereka buat kita jadi seratus kali lipat lebih gugup, kan?"

 

Seorang petugas administrasi perempuan menatap ke arah seorang rekan petugas adiminstrasi laki-laki yang bersamanya. Keduanya kini berdiri di sisi teras bangunan Blok Satu dan memandang ke arah gerombolan besar orang-orang yang tampak sedang berkumpul dan tertawa-tawa di area hamparan pasir bagian depan bangunan itu.

 

"Mereka bukan sekadar orang kaya. Mereka adalah kumpulan orang-orang luar biasa kaya dari beberapa negara di sekitar Laut China Selatan sini, yang asetnya konon punya pengaruh tinggi atas perekonomian di negara mereka masing-masing. Sebagian lainnya di sana itu raksasa-raksasa dunia farmasi internasional."

 

"Para taipan itu yang punya pulau ini?" tanya petugas administrasi laki-laki tadi sambil tetap menguyah makanan kecilnya.

 

"Bukan, tapi mereka punya izin untuk buat penjara ini di sini. Kalau lihat dari banyaknya tamu-tamu dari kalangan pemerintahan negara-negara tertentu, kayaknya izin itu wajar mereka dapatkan."

 

Petugas perempuan tersebut menarik napasnya sebelum melanjutkan, "Katanya, kita dipekerjakan di tempat ini karena mereka akan menampung para kriminal internasional yang ditolak masuk ke negara mana pun, dan juga para imiran gelap bermasalah yang coba masuk ke beberapa negara di sekitar sini."

 

"Aku udah tahu soal itu, tapi ... kenapa bisa ada banyak labotarium canggih di bangunan kedua yang ada di dekat bangunan penjara paling belakang? Itu bukan seperti labotarium medis biasa, tapi lebih tepatnya labotarium untuk penelitian-penelitian besar."

 

"Kenapa dengan itu?"

 

"Mereka bisa saja lagi berusaha menciptakan virus yang kelak bisa menjadi pandemi dan mencobanya lebih dulu ke para tahanan penjara atau para imigran di sini nanti, kan?"

 

Pria itu tampak sangat serius saat mengatakannya. Namun beberapa detik setelahnya, ia langsung menertawakan ucapannya sendiri.

 

"Aku mungkin terlalu sering nonton film apocalypse," lanjutnya sambil terkekeh. "Banyak tamu pemerintahan dan organisasi internasional di depan sana. Mereka enggak mungkin mengizinkan adanya penelitian ilegal di sini yang menggunakan manusia sebagai objek percobaan. Lagi pula, kalaupun benar ... ya peduli setan! Kita dibayar sangat mahal untuk kerja di pulau ini."

 

Petugas perempuan di sebelahnya hanya tersenyum singkat dan kembali menoleh ke arah depan. "Yang itu ... yang menggunting pita peresmian bangunan penjara ini tadi ... dia dari Indonesia. Namanya *Suga Poernama. Aku dengar, dia dan anaknya pengusaha properti terkaya di Indonesia."

 

"Hmmh? Selama ini, aku tahu kalau Bali itu di Indonesia, tapi nilai mata uang Indonesia kan rendah. Sekaya-kayanya orang di sana, memangnya bisa sekaya apa? Bukannya negara itu hanya negara berkembang yang miskin dan level pendidikannya masih rendah?"

 

"Kamu gila?!" sembur sang petugas wanita. "Indonesia masuk ke daftar negara terbesar di dunia dengan lebih dari 17 ribu pulau. Kekayaan alam mereka salah satu yang terbesar dan mereka punya banyak sumber energi. Hanya saja, kesejahteraan di sana memang sangat timpang. Tapi kalau bicara soal seberapa kaya orang kaya di sana, aku yakin mereka memang luar biasa kaya, seperti Suga Poernama. Aku enggak kaget kalau dia donatur terbesar di pulau ini."

 

"Ah, itu makanya banyak pelayan yang didatangkan untuk acara ini dengan memakai seragam bertuliskan Poernama Group? Dia yang mendanai pulau ini?"

 

Sang petugas perempuan mengangguk. "Kalau lihat para taipan yang berdiri di depan tadi juga berasal dari China, Amerika, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, besar kemungkinan penjara ini didanai secara bersama."

 

"Sebentar lagi sesi foto bersama. Kalau kamu mau terpampang dalam sejarah pulau ini, kamu juga harus ikut ke depan," ucapnya lagi sambil menepuk bahu rekan prianya. Setelah mengucapkan itu, ia pun langsung berlari kecil ke arah hamparan pasir di depan Blok Satu dan meninggalkan rekannya.

 

Jauh di bagian depan, seorang pria tua dengan jas mewah berwarna cokelat tampak memandangi sekelilingnya dengan sorot mata yang penuh pertanyaan. Pria yang baru tiba di Penjara X itu langsung menoleh saat mendengar langkah seseorang mendekatinya dari area pepohonan pantai di depan bangunan penjara.

 

"Suga Poernama?" ucapnya sambil langsung tersenyum lebar saat melihat sosok yang sangat familiar baginya itu menghampirinya. "Kamu yang mendanai semua ini?"

 

Suga, pria tua bertubuh tinggi asal Indonesia, tidak segera menjawab. Ia hanya langsung mengulurkan tangannya ke arah pria berjas cokelat yang seumuran dengannya itu dan langsung ikut berdiri di sampingnya.

 

"Kalau tahu tempat ini panas begini, aku enggak akan berpenampilan seformal ini dan jadi terlihat konyol," ucap pria berjas cokelat lagi sambil mengusap keringatnya. "Setahu aku, anak kamu, Bagas, juga baru meresmikan sebuah hotel di Indonesia beberapa bulan lalu ... apa namanya?"

 

"Hotel Poernama," jawab Suga dengan suara berat dan seraknya yang khas. "Dia bangun itu untuk putrinya dan teman-temannya yang sebentar lagi jadi atlet berkuda."

 

"Ah ya, cucu perempuan kamu itu suka berkuda seperti kamu," sambung sang pria. Ia lalu mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. "Aku enggak lihat Bagas ada di sini. Lagi-lagi, anak kamu itu enggak tahu soal minat rahasia kamu dengan orang-orang dunia farmasi?"

 

"Ini bukan rahasia, Holden. Bagas lagi di Inggris karena putrinya sekarang kuliah di sana," jawab Suga dengan tenang. Telunjuknya lalu mengarah ke seorang pria muda yang juga tampak berdiri seorang diri di bawah sebuah pohon yang tak jauh dari mereka. "Anaknya yang satu lagi ada di sini, *Yoga.”

 

Melihat cucu Suga tersebut, pria dengan jas mewah yang bernama Holden Huang tadi langsung tersenyum lebar. Seketika, ia berteriak dan memangggil cucu Suga yang memiliki tubuh lebih tinggi dari kakeknya sendiri itu dengan suara yang lantang.

 

"Yoga, ternyata kamu juga di sini!" sapa Holden yang berdarah Amerika-China itu sambil tersenyum ke arah cucu Suga di depannya. "Katanya kamu sudah lulus kuliah dan kembali ke Indonesia. Bagaimana? Kamu suka dengan pulau sangat indah yang didanai sama kakek kamu ini?"

 

Pria muda bernama Yoga hanya memberikan senyum tipisnya. "Sesuatu yang sangat indah, seringnya juga mengerikan."

 

Mendengar itu, Holden langsung tertawa. Ia lalu berbincang-bincang sebentar dengan Yoga, sebelum sang pria muda kemudian pamit untuk meninggalkan mereka.

 

"Kamu sengaja bawa Yoga ke sini untuk buat aku tertarik ikut ambil bagian di pulau ini?" ucap Holden setelahnya pada Suga. "Kamu tahu benar kalau aku, seorang pengusaha senjata api, adalah orang yang melatih Yoga menembak di Amerika, dan selalu bilang kalau dia akan jadi atlet menembak terbaik dunia."

 

Suga tersenyum. "Kamu juga selalu bilang kalau kelak kamu akan bekerja sama dengannya."

 

"Tapi," gumam Holden, "kenapa aku punya firasat kalau dia dan keluarga kamu lainnya enggak tahu yang sebenarnya tentang kamu dan kegilaan kamu soal rekayasa genetik?"

 

"Holden, senjata perang di masa depan bukan lagi senjata api atau atom," ujar Suga secara blak-blakan tanpa menjawab pertanyaan Holden. "Senjata terbaik untuk perang adalah senjata biologis. Kamu tahu kalau banyak perusahaan farmasi di dunia yang ikut bermain soal ini. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi pemasok senjata biologis rahasia bagi banyak negara."

 

"Perusahaan farmasi selalu jadi yang paling berbahaya di dunia," gumam Holden. "Sayangnya, kreasi dari dunia farmasi enggak pernah instan. Aku lebih suka apa pun yang instan. Itu makanya aku berhenti bergerak di dunia farmasi dan sekarang fokus dengan dunia senjata api aku."

 

Suga kembali tersenyum. "Kamu tahu kalau apa yang kita lakukan di Khliksgen dulu sudah ada hasilnya? Aku sudah tahu cara mengaktifkan apa yang ada di doping gen kita."

 

Mendengar itu, Holden mendadak menoleh ke arah Suga dengan ekspresi kaget. "Kamu benar-benar masih bermain dengan rekayasa genetik?"

 

"Kami meneliti komponen milik beberapa binatang dengan sistem kekebalan tubuh terkuat dan unik. Beberapa diantaranya, seperti milik burung unta, hiu, dan aligator, sangat cocok dengan doping gen yang sudah pernah kita buat di Khliksgen."

 

"Kekebalan tubuh?" Holding bertanya lagi. "Kamu akan mengombinasikan produk kita dengan ekstraksi sistem kekebalan tubuh hewas buas? Gimana kamu akan melakukannya? Khliksgen sudah lama enggak lagi diperbolehkan memproduksi doping gen."

 

Suga kini terkekeh. "Tapi, Holden, di dunia ini bukannya banyak orang yang sudah telanjur pakai doping gen kita? Aku dan kamu salah satu contohnya. Dulu, aku dan kamu habis-habisan berpikir bagaimana caranya menjadikan itu sebagai senjata biologis untuk bisa menjualnya ke banyak negara. Sekarang, aku sudah berhasil menemukan caranya."

 

"Tapi kamu enggak akan lagi bisa cari satu persatu orang yang dulu beli produk kita dan memakainya, apalagi mendadak minta mereka untuk jadi bahan percobaan ... bukan begitu?"

 

"Gimana kalau aku enggak perlu cari mereka?" tanya Suga tiba-tiba.

 

"Maksud kamu?"

 

"Holden, kekebalan tubuh terbaik atau vaksin, selalu dibutuhkan untuk mengatasi sebuah pandemi virus baru."

 

Holden yang mendegar kata-kata itu mendadak mematung. "Itu yang sedang kamu dan semua orang di sini lakukan di pulau ini? Kamu sedang berusaha menciptakan pandemi virus baru di dunia hanya untuk ... menyebarkan vaksin baru kamu yang nantinya akan bereaksi dengan doping gen kita dulu? Semua ini untuk proyek senjata biologis perang?"

 

"Aku jadi ingat sekarang," sambung Holden tiba-tiba. "Tadi aku sempat berpikir, kenapa ada banyak tentara di sini hanya untuk menjaga penjara di pulau terpencil yang jauh dari mana pun. Tapi, sekarang ini semua seperti semakin jelas."

 

"Suga, apa kamu ... terlibat dalam kerja sama Indonesia dan militer Amerika dalam proyek *NAMRU-2 dan *Pacific Partnership ? Mereka beberapa kali lakukan penelitian biologis misterius di Indonesia, kan? Pacific Partnership bahkan baru digelar bulan lalu di Indonesia, dan yang aku dengar ... penelitian rahasia mereka melibatkan sampel darah orang-orang Indonesia dan virus rabies?"

 

Suga belum sempat menjawab pertanyaan Holden, mendadak ia dan pria itu dipanggil seseorang untuk segera bergabung ke depan. Mau tidak mau, keduanya pun kemudian melangkah ke sana secara bersama-sama.

 

Hanya beberapa menit selanjutnya, Holden mulai lupa dengan pertanyaan pentingnya sendiri. Ia, Suga, dan beberapa pengusaha raksasa farmasi lainnya pun kini berdiri berdampingan, dan kemudian tersenyum sebelum sebuah blitz kamera di depan mereka mengabadikan foto mereka semua sebagai pendiri Penjara X.

 

___

 

Dua Tahun Setelah Virus Covid-19 Ditemukan dan Lima Menit Setelah Pengumuman Isolasi Pulau X

 

Forest Winslow memandang dengan tatapan kosong pada sebuah foto yang berisi deret pendiri Penjara X beserta dirinya di dinding ruang kerjanya. Meski mendengar suara-suara teriakan dan tembakan dari arah luar bangunan Blok Dua, pria itu tetap tidak bereaksi dengan panik, seakan-akan ia sudah memprediksi bahwa hal itu kelak memang akan terjadi.

 

Meskipun hanya terus terdiam, pria itu akhirnya menoleh ke arah seseorang yang lima belas detik lalu masuk ke ruangannya. Kini, pria berusia 55 tahun yang juga merupakan seorang profesor militer tersebut menatap ke arah seorang peneliti asal China yang bertubuh mungil di depannya.

 

"Kolonel," panggil sang wanita peneliti dengan suara yang masih bergetar setelah tadi memberikan pengumuman ke seluruh penghuni pulau, "menurut prosedur Phantom, kalau situasi di dalam sini sudah enggak lagi bisa dikendalikan, kita harus mengaktifkan sistem 'lock island'."

 

"Saya sudah mengaktifkannya," jawab sang profesor militer dengan suara yang terdengar kelam.

 

"A---apa?"

 

Alih-alih menjawab, Forest malah bertanya, "Kapal logistik kita akan tiba hari ini, kan?"

 

"Seharusnya begitu, tapi jaringan kita lagi bermasalah," ujar sang peneliti. "Sampai sekarang, saya belum bisa mengonfirmasi kedatangan mereka lagi. Seharusnya jam lima sore nanti mereka tiba di sini dan membawa bahan makanan dan keperluan bagi pulau ini, tapi situasi di sini ...."

 

Wanita itu menelan suaranya sendiri dan kini terlihat semakin gemetaran. "Saya belum bisa bilang ke mereka kalau kita sudah mengaktifkan sistem 'lock island'. Di luar sana, banyak orang-orang kita yang sudah ...."

 

Suara wanita itu lagi-lagi tertelan, dan secara mendadak mulai berubah menjadi tangis. "Ko---kolonel, saya tahu 'lock island' adalah hal paling tepat untuk dilakukan saat ini. Tapi ... gimana kalau nanti ada yang mungkin masih bisa bertahan hidup dan mencoba untuk keluar dari pulau ini? Mereka enggak tahu kalau mereka akan langsung mati kalau mencoba pergi."

 

"Mei Ling, seperti yang kamu bilang, ini bukan kondisi yang bisa diatasi lagi," ucap Forest pada wanita 35 tahun itu. "Setelah satu dari mereka lepas malam tadi dan satu lainnya barusan juga menyusul, pulau ini akan segera berubah jadi neraka yang dipenuhi para pemangsa."

 

"Tentara kita di sini hanya berjumlah 115 orang dan banyak di antaranya yang jelas akan ikut terinfeksi," lanjutnya. "Hanya akan menghitung waktu sampai nanti ini semua akan hancur."

 

“Phantom .…”

 

"Gerak Phantom sudah sangat terbatas," tukas Forest. "Banyak pendiri Phantom yang sedang diperiksa di negara masing-masing karena memasok vaksin booster Fasola yang bermasalah. Apalagi, Suga Poernama katanya sudah dikurung sama anaknya sendiri karena dia berubah jadi inang pemangsa yang sangat ganas. Holden Huang juga masih dalam status menghilang. Kita enggak bisa andalkan mereka lagi karena yang tersisa di sana hanya staf mereka."

 

"Ki---kita masih punya peluang, kan? Proyek Nol di Amerika seharusnya bisa mengatasi ini nantinya," ucap Xu Mei Ling, sang peneliti asal China, seolah-olah lebih seperti sedang berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.

 

"Satu-satunya peneliti kunci Proyel Nol sudah kabur ke Indonesia," jawab Forest. "Karena hal itu, sekarang Karas Feyrer dan labotarium perusahaan farmasinya, Foceit Inc, sedang diperiksa sama FDA dan FBI. Semuanya dalam kondisi buntu saat ini. Kita terpaksa harus mengatasi ini berdasarkan SOP yang dulu pernah diberikan Phantom."

 

"Apa kita semua akan terus mengurung diri di lantai dua sini?" tanya Mei Ling lagi sambil mengusap air matanya. "Kita semua ... juga akan mati?"

 

Forest menarik napasnya dalam-dalam. "Sistem 'lock island' baru akan efektif dalam sepuluh jam setelah diaktifkan. Mei Ling, kamu dan yang lainnya harus segera cari cara untuk bisa mencapai kapal logistik sebelum sistem 'lock island' efektif jam delapan malam nanti. Yang lainnya enggak tahu banyak tentang pulau ini, jadi kamu harus tetap hidup sebagai satu-satunya orang yang tahu tentang ini."

 

"Apa maksud Anda? Anda dan saya bisa sama-sama ke kapal itu," ujar Mei Ling dengan wajah yang terlihat syok. "Kenapa Anda hanya menyebut saya yang harus bertahan hidup?"

 

"Saya akan bertanggung jawab atas semua yang terjadi di sini," jawab Forest dengan tatapan suram. "Banyak yang akan mencoba membunuh saya kalau saya melangkahkan kaki ke luar dari pulau ini dan kalau ini semua terekspos. Jadi, hidup atau mati sudah enggak ada lagi bedanya bagi saya. Kelak, saya tetap akan dikenal dunia sebagai orang yang terburuk."

 

Mei Ling menggelengkan kepalanya. "Tapi Anda dan saya sejak awal hanya diminta bantuan untuk meneliti ektraksi kekebalan tubuh binatang tertentu dan reaksinya ke doping gen mereka. Orang-orang Phantom yang menyalahgunakan hasil penelitian kita dan sengaja menciptakan pandemi Covid, hanya untuk menyebarkan vaksin yang berisi virus lain. Bukan kita yang menciptakan Covid-19 dan Fasola!"

 

"Mei Ling, kamu hanya terpaksa menjalankan tugas, tapi saya ... saya terlibat dalam pengaktifan virus pemangsa," jawab Forest. "Saya sudah menjadi bagian terdepan dalam penelitian ilegal yang melibatkan manusia sebagai objek. Apa yang terjadi hari ini adalah bagian dari kesalahan saya yang membiarkan ini terjadi."

 

"Bagaimana saya akan bisa hidup dengan tenang setelah tahu kalau vaksin booster Fasola sudah mengalir di banyak tubuh orang-orang di dunia?" lanjutnya dengan nada getir. "Karena itu, saya akan tetap di sini. Hanya pilihan ini yang akan saya pilih dengan yakin."

 

"Ta---tapi ...."

 

"Mei Ling, situasi di Blok Dua sebentar lagi akan sangat berbahaya. Kamu harus segera menyelamatkan diri kamu sebelum mereka sadar kalau masih ada kita di lantai dua tempat ini. Saya sendiri setelah ini akan segera pindah ke Blok Empat."

 

"B---blok Empat?" Tubuh Mei Ling mendadak menengang. "Kolonel, Anda serius? Blok Empat bukan sekadar berisi pemangsa, tempat itu adalah penjara bagi para inang pemangsa yang paling ganas dan berbahaya."

 

"Tapi keamanan di sana juga yang paling tinggi dan sementara ini masih jadi tempat yang paling susah untuk ditembus," jawab Forest lagi. "Selain itu, mereka semua juga enggak akan bisa keluar dari sel mereka masing-masing."

 

"Kamu harus mulai memikirkan keselamatan kamu sendiri, Mei Ling. Pergilah ke kapal sebelum sistem 'lock island' nanti resmi bekerja, dan segera keluar dari pulau ini sebelum terlambat. Bawa mereka yang terbukti enggak terinfeksi, terutama mereka yang malam tadi mengalami insiden dengan pesawat mereka."

 

"Soal itu, saya rasa ... enggak akan bisa saya lakukan," jawab Mei Ling mendadak teringat akan sesuatu. "Saya dan yang lainnya di ruang *NGS tadi menganalisis urutan DNA dan ekspresi gen dari sampel darah mereka. Kami berusaha untuk cari tanda-tanda manipulasi genetik yang enggak alami seperti doping gen. Hasil tepatnya memang baru bisa diketahui tujuh hari ke depan, tapi ...."

 

"Tapi?" ulang Forest sambil memicingkan matanya ke arah Mei Ling.

 

"Ada yang aneh dengan hasil sementara dua di antara mereka. Besar kemungkinan, dua di antara mereka sudah terinfeksi virus pemangsa ... bahkan sebelum mereka resmi menginjakkan kaki di pulau ini."

 

AUTHOR’S NOTES:

 

FIKTIF

  1. Suga Poernama adalah karakter antagonis di novel pertama Poernama Series yang berjudul, "14 Hari di Poernama"

  2. Yoga (Prayoga Hardy Poernama) adalah tokoh utama pria di novel "14 Hari di Poernama". Ia adalah pewaris kekayaan keluarga Poernama dan juga seorang atlet menembak yang memiliki prestasi luar biasa secara internasional.

FAKTA NYATA

  1. NAMRU-2 adalah singkatan dari Naval Medical Research Unit Two. Ini adalah lembaga penelitian medis militer Amerika Serikat yang berlokasi di Asia Tenggara. Lembaga ini terlibat dalam penelitian tentang berbagai penyakit menular, termasuk infeksi virus, bakteri, parasit, dan penyakit lainnya yang berpotensi berdampak pada personel militer dan populasi umum di wilayah Asia Tenggara. Tahun 2009, mereka berkerja sama dengan pemerintah Indonesia dan membangun labotarium di Indonesia. Namun, kerja sama ini dihentikan oleh pihak Indonesia. Konon, ada tudingan dari Rusia kalau militer AS mengambil sampel darah orang-orang Indonesia secara rahasia dan tidak memberikan informasi tentang itu ke pemerintah Indonesia. Menteri Kesehatan Indonesia saat itu, Siti Fadilah Supari, hanya mengonfirmasi kalau ia memang pernah dilarang masuk ke labotarium NAMRU-2 di Indonesia.

  2. Pacific Partnership adalah sebuah misi kemanusiaan multinasional yang dipimpin oleh Angkatan Laut Amerika Serikat yang bertujuan untuk memberikan bantuan kesehatan, pembangunan kapasitas, dan bantuan kemanusiaan kepada negara-negara di kawasan Pasifik. Tahun 2016, mereka menggelar agenda di Padang, Indonesia. Namun, ada dugaan bahwa selama di Padang mereka melakukan operasi terhadap 23 orang Indonesia di atas kapal mereka, mengambil sampel darah puluhan pasien, dan membawa beberapa anjing yang terjangkit rabies. Sebagai informasi, Padang saat itu merupakan wilayah endemik virus rabies tertinggi di Sumatra Barat, Indonesia. Konon, semua ini dilakukan tanpa izin dari pemerintah Indonesia.

  3. NGS atau Next-Generation Sequencing adalah salah satu teknologi yang paling canggih dan paling kuat yang tersedia untuk menganalisis genom dengan akurasi dan resolusi tinggi. Dengan NGS, peneliti dapat melakukan sekuensing genom secara komprehensif dari sampel darah atau sampel biologis lainnya untuk mencari perubahan atau variasi genetik yang tidak alami. Ini termasuk pencarian untuk sekuensi DNA yang tidak biasa atau tidak ditemukan dalam genom normal, yang dapat menunjukkan manipulasi genetik.

___________________

Terlepas dari penyebutan Covid-19, NAMRU-2, Pacific Partnership, Konflik Laut China Selatan, dan lain-lainnya dalam novel ini yang memang nyata, saya sebagai penulis novel ini menegaskan bahwa novel ini hanyalah kisah fiktif. Penyebutan pihak-pihak asli, fenomena asli, atau kejadian asli dunia dalam novel ini hanya bertujuan untuk membuat novel ini lebih menarik saja.

Subscribe
Notify of
guest

6 Komentar
Terlama
Terbaru Vote Terbanyak
Inline Feedbacks
View all comments
Dina
Guest
Dina
7 months ago

Seperti biasa novel rouzelsoub selalu menyala🔥

Dina
Guest
Dina
7 months ago

Keren bngtt, tapi lama up nya

Hannips
Member
7 months ago

Beruntung ini hanya kisah fiktif.. Mana ya alumni 14HDP dn SP kok pada belum nongkrong disini?

error: KONTEN INI DIPROTEKSI!!!
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4499#!trpen#Optimized by #!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#/trp-gettext#!trpen#
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4500#!trpen#Turns on site high speed to be attractive for people and search engines.#!trpst#/trp-gettext#!trpen#