...

1. Bintang Jatuh

11 Tahun Lalu, Sentul, Indonesia

 

Twinkle, Twinkle, little star
how I wonder what you are
up above the world so high
like a diamond in the sky
Twinkle,Twinkle little star
how I wonder what you are.

 

 

Fori cilik memejamkan matanya usai mendengarkan lagu penghantar tidur yang dinyanyikan Suster Elsa. Ia dapat melihat anak lain juga berpura-pura sudah terlelap di tempat tidur masing-masing dan menenggelamkan kepala mereka di balik selimut. 


Ada enam anak dalam kamar yang sama dengan Fori dan hampir semuanya berusia sekitar delapan atau sembilan tahun. Masing-masing dari mereka tidur di ranjang besi kecil dengan kasur dan bantal yang tidak terlalu empuk, serta diberi selimut tipis seperti di rumah sakit.


Panti Asuhan Immaculata adalah bangunan kuno besar, tetapi hanya memiliki sepuluh kamar dengan kapasitas per kamar berisi enam orang anak. Ada sekitar 58 anak di Panti Asuhan Immaculata dan Fori yang masih berusia tujuh tahun adalah salah satunya.


Gadis kecil itu memicingkan matanya dari balik selimut, mencoba mengintip Suster Elsa yang berjingkat keluar sambil mematikan lampu kamar Fori, sebelum kemudian menutup pintunya secara perlahan dari luar. Suasana hening menyeruak ketika Suster Elsa pergi. Namun, itu hanya bertahan sekitar satu menit. Setelahnya, beberapa anak akan kembali berbincang dan cekikikan dari tempat tidur masing-masing.


Aktivitas mereka berbeda dengan Fori. Biasanya di Jumat malam, ia akan berjingkat dari jendela kamarnya untuk keluar bersama temannya dari kamar sebelah, Sega. Mereka sering melakukan ritual khas mereka, pergi ke wilayah padang ilalang di dekat panti asuhan mereka untuk melihat kunang-kunang. 


Tentunya malam itu tidak berbeda. Sebuah ketukan kecil terdengar di jendela yang berada tepat di samping tempat tidur Fori. Mendengarnya, sang gadis cilik segera mengenakan sweater maroon dan sendal tebal miliknya, sebelum perlahan mulai membuka pintu jendelanya dari dalam.


Sega sudah menunggunya di luar dengan senyuman lebar. Anak laki-laki berusia sembilan tahun itu sangat dekat dengan Fori. Ia adalah anak yang paling lama berada di panti asuhan mereka dan hingga kini, belum ada yang mengadopsinya. Fori sendiri baru setahun di sana setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan.


Keduanya menjadi cepat akrab karena sama-sama menyukai kilau kunang-kunang. Itulah mengapa setiap Jumat, keduanya akan nekat diam-diam keluar pada malam hari untuk menangkap kunang-kunang di luar.


"Kata guru di kelas aku tadi, malam ini akan ada meteor yang terlihat dari wilayah Sentul," bisik Sega setelah Fori melompat keluar jendela dan berdiri di sampingnya.


"Meteor?" tanya Fori dengan bingung. Keduanya melangkah perlahan melewati area bebatuan yang membatasi dinding panti dengan taman di bagian depannya. "Apa itu meteor?"


"Katanya, itu benda langit yang jatuh ke bumi. Orang-orang sering menyebutnya bintang jatuh," jawab Sega.


"Apa bintang bisa jatuh?" tanya Fori lagi dengan polos.


"Meteor bukan bintang; orang hanya menyebutnya seperti itu. Katanya, itu hanya bebatuan langit yang jatuh ke bumi."


"Terus kalau kita nanti kena bagaimana?"


Sega tertawa. "Dasar bodoh. Meteor jatuh ke bumi paling hanya berupa serpihan seperti debu. Mana mungkin itu akan menimpa kita. Meteor jatuh kan bukan seperti apel jatuh."


Fori mengangguk-angguk, meski sebenarnya tidak paham dengan penjelasan Sega. Ia hanya percaya saja pada perkataan temannya itu dan tetap mengekor di belakangnya. Sang gadis cilik lalu memandangi punggung Sega dari belakang, dan melihat temannya itu mulai membuka perlahan kumpulan semak-semak yang menutupi lubang di tembok pagar panti, sebelum berjongkok untuk menerobos ke luar.


Baik Sega dan Fori sudah sering keluar masuk panti lewat lubang tersebut. Meski tukang pembersih kebun mereka selalu berusaha untuk menutupinya dengan semak-semak, kedua anak itu sudah telanjur mengetahui lokasinya. Begitu berhasil keluar, mereka pun serempak langsung berlari ke lokasi tujuan mereka.


"Wah, langit malam ini cerah sekali, ya! Banyak bintang yang bersinar terang," celetuk Sega sambil menengadahkan kepalanya ke langit, sesampainya mereka di padang ilalang dekat panti.


"Apa kali ini kita akan berhasil menangkap kunang-kunang?" tanya Fori, sibuk melihat ke sekelilingnya dengan ekspresi cemberut. Moodnya berubah cepat karena tidak melihat adanya kunang-kunang malam itu.


"Kita tangkap bintang saja. Aku mau bintang yang itu," ujar Sega mendadak sambil menunjuk ke arah sebuah bintang yang sinarnya paling terang di langit. "Kamu suka bintang yang mana, Fori?"


"Aku?" tanya Fori dengan wajah bingung. Ia lalu berjalan perlahan ke arah Sega dan ikut menengadah ke langit untuk melihat bintang paling terang yang ditunjuk oleh temannya. "Memangnya kita bisa menangkap bintang?"


"Pilih saja," jawab Sega secara iseng. "Kalau ada bintang jatuh, katanya kita harus memanjatkan doa dan doa kita itu akan terkabul. Jadi, kamu mau memanjatkan doa ke bintang yang mana? Siapa tahu kita akan benar-benar beruntung malam ini."


Fori memiringkan kepalanya untuk memilih. Setelah menimbang-nimbang, ia lalu mengarahkan telunjuknya ke salah satu bintang yang berada di dekat bintang besar Sega tadi.


"Aku pilih bintang itu saja," ucapnya kemudian. "Bintangnya menempel di dekat bintang besar yang tadi kamu pilih. Dengan begitu, kita selamanya enggak akan berjauhan."


"Hmmh, bintang yang kamu pilih itu kecil sekali, jadi terlihat seperti anaknya bintang besar aku," gumam Sega sambil mengamati bintang pilihan Fori dengan dahi mengerut. "Tapi, sinarnya terang juga, ya. Dua bintang itu sama-sama berwarna perak. Biasanya bintang akan terlihat seperti putih atau keemasan, tapi kenapa dua bintang itu berwarna perak?"


"Eh? Bintangnya bergerak," seru Fori, mendadak terlihat antusias. "Bintang aku bergerak!"


"Bergerak?" Sega memicingkan matanya untuk mencoba melihat lebih jelas ke arah bintang kecil yang ditunjuk oleh Fori barusan.


Sinar yang mengelilingi bintang itu terlihat seperti bergerak memutar secara perlahan, lalu memanjang, dan menjadi semakin terang. Sega mengucek matanya karena tak percaya. Selama ini, ia tidak pernah mendengar kalau bintang bisa bergerak, apalagi bisa dilihat dengan mata telanjangnya.


"A---aneh, kok bintang bisa bergerak?" gumam Sega seperti kebingungan sendiri. Sementara Fori masih tetap bersikap antusias, Sega justru terpaku sambil terus memandangi bintang aneh tersebut. "Apa ini perasaan aku saja? Kenapa sinar bintang kamu itu lama-lama seperti memanjang?"


Sega sendiri justru terpaku sambil terus memandangi bintang aneh itu. "Kamu lihat sinarnya, Fori? Kenapa sinarnya seperti memanjang?"


Fori hanya mengangkat bahu. Secara tiba-tiba, ia memejamkan mata dan menempelkan kedua tangannya sambil komat-kamit berdoa.


"Kamu sudah duluan memanjatkan doa? Kan belum ada bintang yang jatuh?" tanya Sega sambil tertawa memperhatikan Fori. Pikirannya sempat teralih dari keanehan bintang tadi.


"Karena bintang itu seperti sedang bergerak ke arah kita seperti bintang jatuh, mungkin dia bisa memenuhi keinginan kita. Kamu enggak mau coba ikut berdoa?" ucap Fori.


Sega terdiam sejenak. Setelah berpikir bahwa tidak ada salahnya iseng memanjatkan harapan, ia pun ikut memejamkan mata dan berdoa.


"Aku mau ada orang tua yang akan segera mengadopsi aku. Aku mau mereka sangat pintar dan kaya raya," gumam Sega dalam doanya.


"Sega, kamu tadi berdoa untuk diadopsi orang kaya? Ah, tadi aku minta berumur panjang. Apa tadi seharusnya aku minta keluarga baru yang banyak uang saja supaya bisa membeli banyak kunang-kunang?" tanya Fori dengan polosnya sambil memandang iri pada temannya.


Sega tertawa ke arahnya. "Kamu kan bisa memanjatkan doa lagi nanti kalau ada meteor jatuh."


Baru saja Sega mengatakan hal itu, mendadak suasana di sekitar mereka terasa seperti bergemuruh. Angin di padang ilalang tersebut tiba-tiba bertiup sangat kencang ke arah mereka. Anehnya, keduanya malah mendadak merasa kepanasan dibanding kedinginan.


"Kenapa ini, Sega?" tanya Fori mulai ketakutan.


"Aku enggak tahu," jawab Sega, ikut memandangi sekelilingnya dengan was-was. "Kenapa mendadak panas sekali di sini?"


Fori melihat Sega mengibas-ngibas tangan ke wajahnya yang mulai berkeringat. Ia pun mendadak merasakan hal yang sama meski angin membuat rambutnya berkibar.


"Sega, apa enggak sebaiknya kita pulang saja sekarang? Sepertinya di sini mulai menyeramkan," ujar Fori dengan suara bergetar. Ia melihat Sega mendadak menutup wajahnya dengan lengannya.


“Sega?”


"Dari atas...," gumam Sega sambil menunduk. "Ada sesuatu yang silau di atas."


Fori dengan refleks menengadah ke atas dan tiba-tiba melihat sinar perak luar biasa terang dari bintangnya semakin memanjang ke arah mereka, seolah-olah memang mendatangi dirinya dan Sega. Wajah Fori memanas dan matanya terasa perih. Sinar itu awalnya terasa merambat pelan ke bawah, tetapi kemudian seperti mulai semakin melaju cepat ke arah mereka. Fori terpaku di tempatnya berdiri dengan mata yang terbelalak.


Setelah melihat bintang berwarna perak tadi seperti akan jatuh ke arah mereka, Sega mendadak menarik lengan Fori dengan cepat. "La---lari!"


Badan Fori sudah gemetaran saat ia dipaksa Sega untuk berlari mengikutinya. Namun, karena tidak bisa mengimbangi kecepatan Sega yang terus menarik lengannya, Fori pun terjatuh akibat tersandung kakinya sendiri. Ia masih mendengar suara-suara seperti gemuruh besar dari bagian atas kepalanya ketika dirinya terjerembab ke tanah.


Gadis kecil itu sudah tidak lagi bisa menggerakan badannya. Ia tahu kalau dalam beberapa detik ke depan, sesuatu akan menimpanya. Tubuh Fori hanya mematung di atas rerumputan dan wajahnya tertegun menatap datangnya cahaya perak tersebut.


"Awas, Fori!" teriak Sega sambil berusaha memeluk tubuh mungil gadis itu untuk melindunginya.


Sayangnya, segalanya sudah terlambat. Sesuatu telah menimpa keduanya dalam hitungan detik saja, dan telinga mereka terasa seperti mendengung karenanya. Yang Fori ingat sebelum merasakan keajaiban melayang hanyalah suara dengungan aneh itu, udara panas di punggungnya, serta cahaya sangat terang yang membuat matanya sakit.


Sesaat setelah badan mereka melayang ke udara sampai setinggi satu meter, ia dan Sega kembali jatuh menghantam rerumputan. Setelah itu, semuanya mendadak terasa menjadi gelap bagi Sega dan Fori cilik.


Beberapa Jam Setelahnya di Rumah Sakit Immaculata

 

"Dia baik-baik saja, Dokter Yuda?"

 

Suara tersebut samar-samar membangunkan Fori. Gadis kecil itu berhasil membuka matanya dengan susah payah dan melihat Suster Elsa dengan wajah paniknya tengah memandang ke arah seorang dokter. Fori butuh waktu cukup lama untuk sadar kalau ia sedang berbaring di sebuah ranjang instalasi gawat darurat RS Immaculata, rumah sakit milik yayasan yang sama dengan yang menaungi panti asuhan mereka.

 

"Dia enggak apa-apa, kok, hanya pingsan saja. Sebentar lagi, dia akan terbangun dan merasa baik-baik saja," ucap dokter laki-laki tua berambut putih yang bernama Dokter Yuda pada Suster Elsa.

 

"Kalau Sega?" tanya Suster Elsa lagi, kali ini dengan suara serak yang terdengar lebih panik. "Katanya, kepalanya jatuh membentur batu. Apa Sega juga akan baik-baik saja?"

 

"Sega mendapat beberapa jahitan di bagian kepalanya. Dia masih harus dirawat untuk mengetahui apakah ada masalah serius atau enggak dengan bagian dalam kepalanya. Saat ini dia sudah ada di kamar rawat inap lantai dua."

 

Suster Elsa menarik napas dan memegang lengan dokter di hadapannya. "Dokter, boleh enggak saya dan anak ini menemani Sega di sini? Saya harus memastikan bahwa Sega baik-baik saja karena besok pagi kepala panti dan direktur yayasan kami akan datang ke sini. Lagi pula, ini sudah tengah malam dan perjalanan pulang ke panti cukup jauh."

 

Dokter itu menghela napas panjang. "Sebenarnya anak kecil yang enggak dirawat inap enggak boleh ikut menjaga pasien di rumah sakit, tapi ... baiklah, kalian boleh menemani Sega. Kamar 201 tempat Sega dirawat berisi dua tempat tidur. Sementara tempat tidur yang di sebelah Sega kosong, kalian boleh menempatinya."

 

Suster Elsa mengangguk dan berterima kasih pada Dokter Yuda sebelum dokter itu meninggalkan ruangan. Wanita berusia sekitar dua puluhan itu lalu menoleh ke arah Fori dan terkejut ketika melihat Fori sudah terbangun.

 

"Kamu baik-baik saja, kan, Fori?" tanya Suster Elsa sambil mengelus kepala Fori. Gadis kecil itu mengangguk dan bangun untuk duduk di atas ranjang.

 

"Kalian nakal sekali sampai berani keluar malam-malam ke padang ilalang. Untung tadi ada yang melihat kalian di sana saat Sega terjatuh dan kepalanya membentur batu. Kalau enggak ada yang lihat bagaimana? Kalau ada yang menculik kalian bagaimana?!"

 

"Terjatuh membentur batu?" Fori mengacuhkan sedikit kemarahan yang tersirat di suara Suster Elsa dan bertanya dengan bingung.

 

Yang ia ingat persis, ada cahaya perak dari langit dan ada sesuatu yang terjatuh mengenai tubuhnya dan Sega. Namun, Fori tidak berani memberi tahu Suster Elsa karena ia sendiri belum benar-benar memahami situasi sebelumnya dengan baik.

 

"Kamu sudah bisa bangun dan berjalan keluar?" tanya Suster Elsa padanya sambil membersihkan pakaian Fori yang kotor. "Kita berdua terpaksa menginap di kamar tempat Sega dirawat malam ini."

 

Fori mengangguk dan membiarkan Suster Elsa membantunya untuk turun dari tempat tidur. Keduanya kemudian berjalan keluar dari IGD dan langsung menuju ke lift. Begitu sampai di kamar Sega, Fori terkejut ketika melihat kepala temannya itu dililit perban putih.

 

Ia terlihat tengah tertidur nyenyak dan tidak sadar akan kedatangan Fori dan Suster Elsa. Namun, perawat di sana sempat mengatakan pada Suster Elsa bahwa Sega dalam kondisi baik-baik saja. Ia bahkan sempat terbangun sebentar dan mengeluhkan kepalanya yang terasa pusing. Karena baru saja menelan obat pereda nyeri, Sega langsung kembali tertidur.

 

Rupanya pihak rumah sakit khawatir kalau Sega mengalami gegar otak. Jadi, Sega membutuhkan cek lanjutan besok pagi sebelum ia pulang. Suster Elsa jela sangat lega dan senang dengan informasi itu.

 

Ia lalu menyuruh Fori untuk tidur bersamanya di tempat tidur sebelah Sega sambil memeluk anak kecil itu di tubuhnya agar ia ikut tertidur tanpa kabur lagi. Anehnya, justru hanya Suster Elsa yang cepat tertidur. Mungkin karena sedang merasa sangat letih, wanita itu langsung terlihat pulas.

 

Sejam setelahnya, entah mengapa Fori mendadak merasa gelisah. Tiba-tiba, ia merasakan rasa panas yang sama dengan saat ia dan Sega berada di padang ilalang. Suhu panas itu menyeruak masuk ke ruangan mereka dan telinga Fori mendadak kembali terasa berdengung.

 

Suara langkah kaki beberapa orang di luar yang menggema membuat Fori mendadak sangat ketakutan. Ia gemetar di tempat tidurnya karena merasakan sesuatu yang familiar, tetapi ia tidak tahu itu apa.

 

"Suster Elsa," bisik Fori sambil berusaha membangunkan Suster Elsa. Namun, sang suster itu hanya menggumam sesaat pada Fori, sebelum kembali tertidur dan mengeluarkan suara dengkuran halus.

 

Fori membuka mata lebar-lebar seraya memandang ke sekeliling kamar sambil berusaha mendengar gema suara langkah-langkah kaki yang semakin mendekat. Firasat gadis kecil itu buruk, keringat mulai terasa membasahi telapak tangannya. Gadis cilik tersebut langsung menutup kepalanya dengan selimut saat mendengar suara napas panjang menggema di depan pintu kamar rawat inap Sega.

 

Ada bayangan gelap yang seolah-olah mengintip ke dalam ruangan melalui kaca pintu dan beberapa orang terdengar berbicara di ana. Namun, Fori tidak mampu mendengar jelas ucapan mereka karena suara dengung samar di telinganya.

 

Jantung Fori berdetak kencang saat pintu itu akhirnya dibuka dan ia mendengar langkah-langkah kaki masuk ke dalam kamar Sega. Ia menahan napasnya ketika mendengar beberapa orang berbicara dengan bahasa asing yang tidak bisa dipahaminya.

 

Meski ketakutan, gadis kecil itu pun memutuskan untuk mengintip. Ia menyibak sedikit selimutnya dan kini melihat ada empat orang dengan jubah hitam panjang bertudung yang sedang berusaha memindahkan Sega ke sebuah kereta dorong. Keempatnya bertubuh sangat tinggi, tetapi Fori tidak bisa melihat wajah mereka.

 

Jubah hitam mereka terlihat begitu menakutkan di mata Fori sampai-sampai ia tidak berani melanjutkan untuk melihat mereka lagi. Ia menutup kembali selimutnya dan merasa keringat mulai membanjiri tubuhnya. Fori yakin orang-orang itu sangat berbahaya dan ia gemetaran di balik selimutnya.

 

Sesaat setelah orang-orang itu keluar dan membawa Sega dengan kereta dorong, Fori langsung berusaha membangunkan Suster Elsa untuk memberi tahu. Namun, anehnya Suster Elsa kini terlihat lebih terlelap dari biasanya. Ia berusaha lebih keras untuk mengguncang-guncang tubuh Suster Elsa. Sayangnya, wanita itu tetap tidak mau terbangun dan malah mengigau.

 

Sendirian, Fori segera turun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar tersebut untuk menuju ke meja perawat, tapi entah mengapa lorong rumah sakit mendadak dipenuhi kabut berwarna perak yang sangat panas. Di sana, Fori dapat melihat para perawat yang bertugas jaga malam mematung di tempat mereka masing-masing dengan tatapan kosong. Fori mendatangi mereka dan mengguncang halus bahu mereka untuk memberitahu bahwa Sega diculik, tapi para perawat itu tetap kaku seperti patung, seolah-olah tidak mendengar apa pun sama sekali.

 

Fori pun mulai berjalan menuju sumber suara kereta dorong yang samar dari depan lift dan mendengar suara pintu lift itu terbuka. Ia kemudian bergegas ke sana dengan napas yang terengah-engah, dan melihat orang-orang yang membawa Sega sudah tidak ada dan pintu lift sudah tertutup.

 

Fori berusaha melihat ke kiri dan kanan untuk meminta bantuan. Sayangnya, orang-orang di lorong masih terlihat seperti mematung. Entah bagaimana, hanya Fori yang bisa bergerak dan melihat keadaan aneh tersebut. Gadis kecil itu pun mendongak ke arah layar kecil digital petunjuk lokasi lantai dan melihat bahwa mereka berhenti di lantai teratas rumah sakit.

 

Dengan cepat, Fori membuka pintu tangga darurat dan berlari ke lantai atas. Betapa kaget anak itu saat melihat kondisi di lantai teratas ternyata sama persis dengan di lantai dua. Semua orang di sana terlihat seperti mematung dalam kabut berwarna perak.

 

Ia menoleh ke arah sebuah pintu darurat lainnya yang terbuka lebar saat mendengar suara-suara dari bagian atap gedung. Penasaran, ia pun berjingkat perlahan untuk menaiki tangga dan melihat ke atas atap gedung.

 

Gadis cilik itu pun kemudian tercengang dari balik pintu saat melihat pemandangan di sana. Ada banyak orang berdiri di bagian atap rumah sakit tersebut yang mengenakan jubah hitam bertudung di antara banyak lilin berwarna merah yang menyala.

 

Ranjang dorong Sega ada di sana, berdampingan dengan sebuah ranjang besar di mana ada seorang laki-laki tua asing terlihat berbaring sekarat di tempatnya. Di bagian tengah, ada satu sosok yang seperti tengah memimpin sebuah ritual aneh. Ia satu-satunya orang di sana yang mengenakan jubah bertudung merah dan terlihat tengah berbicara komat-kamit dalam bahasa tertentu yang tidak dimengerti Fori.

 

Orang-orang lainnya di sana berlutut dan membentuk lingkaran spiral di antara cahaya lilin yang kini bersinar pucat. Mereka mengelilingi Sega dan pria tua tadi. Telinga Fori mulai kembali terasa mendengung saat ia melihat orang yang berjubah merah mendadak menari-nari seorang diri di bagian tengah lingkaran orang yang berlutut mengeliliginya dan dua ranjang tadi.

 

Fori berdiri kaku. Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti itu sebelumnya. Namun, dari sekolah minggu di gerejanya, ia pernah melihat gambaran seperti itu yang ia ketahui sebagai ritual pemujaan setan. Meskipun begitu, Fori belum pernah melihat secara langsung hal mengerikan tersebut. Ia bahkan tidak yakin apa yang sedang dilihatnya saat itu karena begitu aneh dan mengerikan.

 

Beberapa menit kemudian, suasana menjadi kembali panas dan orang berjubah merah tadi tiba-tiba memandang ke atas langit. Ada cahaya perak yang kali ini kembali bersinar dan semakin lama semakin mendekat ke arah mereka dan membuat sinar yang menyilaukan di atap gedung rumah sakit itu.

 

Orang berjubah merah mendadak berteriak lebih lantang dan dua orang yang berjubah hitam di dekatnya seketika bangkit untuk berjalan menuju ke ranjang Sega dan ranjang pria tua itu. Yang mengejutkan, orang berjubah merah mendadak menyingkap lengan Sega dan mengambil darahnya dengan sebuah jarum suntik, lalu menuangkannya ke sebuah cangkir perak. Fori syok berat saat menyaksikan orang tersebut kemudian meminumkan darah segar Sega ke mulut pria tua yang sekarat di sampingnya.

 

Tidak berapa lama, pria tua itu terbatuk dan orang berjubah merah kali ini mengambil sebuah jarum suntik besar lainnya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi ke atas langit. Setelah mengucap beberapa kata yang membuat telinga Fori semakin mendengung, ia lalu menusukkan jarum suntik besar itu ke jantung pria tua tadi dengan keras.

 

Fori jelas sangat terkejut dan langsung bergerak mundur dari tempatnya. Badannya bergetar hebat melihat orang berjubah merah tengah mengambil darah langsung dari jantung pria tua sekarat itu, sebelum menuangkannya ke cangkir perak yang lebih kecil. Ia bahkan semakin kaget saat melihat mereka menuangkan darah pria tua tadi ke mulut Sega yang tengah berbaring, sambil komat-kamit dengan nada misterius. Ia ingin berteriak, tetapi tenggorokannya terasa tercekat.

 

Semua orang bertudung di sana kemudian bergerak mengitari pria tua tadi dan terlihat seperti melakukan penghormatan terakhir. Mereka menundukkan setengah badan mereka ke arah pria tua tersebut dan meletakkan tangan kanan mereka di bahu kiri secara serempak, saat sang pria tua kembali terbatuk lemah lagi.

 

Kali ini, pria tua itu dengan lemah mengangkat tangan kanannya ke langit dan seperti berusaha untuk bersentuhan dengan cahaya perak tadi. Setelah beberapa detik melakukannya, ia akhirnya menghembuskan napas terakhirnya. Saat ia meninggal di ranjangnya, entah bagaimana sebuah asap kecil berwarna perak tiba-tiba keluar dari jantungnya dan melesat cepat memasuki tubuh Sega.

 

Fori ketakutan setengah mati melihatnya dan tanpa sadar, ia terjatuh di tempatnya dan membuat sebuah suara yang berderit. Secara refleks, ia langsung berusaha untuk menyembunyikan dirinya, tetapi orang berjubah merah sudah telanjur melihatnya dari tengah. Orang itu mendadak memandang lurus ke arah Fori dan membuat Fori seketika kesusahan untuk menggerakan tubuhnya lagi. Gadis kecil itu mematung di tempatnya saat orang berjubah merah seperti mulai berjalan perlahan ke arahnya.

 

Mata di balik jubah merah itu ternyata berwarna seperti kuning dan mengerikan, membuat napas Fori tertahan saking ngerinya. Namun, belum sempat orang berjubah merah itu lebih mendekat, mendadak sebuah suara terdengar dari mulut Sega. Mereka semua kemudian menatap ke arah Sega, termasuk orang berjubah merah yang kini mengalihkan pandangannya dari Fori.

 

Fori pun langsung mengambil kesempatan itu dengan segera berlari saking takutnya. Ia berlari cepat menuruni tangga, dan langsung turun melalui lift. Ia berlari keluar dari rumah sakit tersebut dan berusaha untuk cepat-cepat menjauh dari sana. Tubuh ciliknya bergetar hebat, dan ia sangat ketakutan sampai tidak lagi bersedia untuk menoleh. Entah bagaimana, ia merasa bahwa malam itu ... adalah kali terakhir ia bisa melihat Sega sebagai teman masa kecilnya.

 

Keesokan harinya

 

Setelah apa yang terjadi, Sega tidak kembali ke panti asuhan. Menurut informasi dari Suster Elsa, Sega ternyata dalam kondisi baik-baik saja, tidak seperti bayangan Fori yang berpikir bahwa Sega telah dibunuh oleh sekelompok pemuja setan. Hasil scan kepala Sega menunjukkan bahwa tidak ada masalah dengannya, dan direktur Yayasan Immaculata pagi itu menyampaikan pada mereka bahwa Sega telah diadopsi.

 

Teman Fori itu diadopsi oleh keluarga asing kaya raya yang baru saja pindah ke kota mereka. Keluarga asing itu juga memberikan donasi sangat besar untuk perkembangan panti asuhan mereka. Sega sendiri langsung dibawa untuk menempati sebuah rumah bak istana megah yang sejak dulu berdiri di bukit, dekat padang ilalang kemarin. Sega bahkan tidak kembali lagi ke panti asuhan mereka untuk mengucapkan salam perpisahan pada semua orang di sana.

 

Berpikir bahwa semua yang dilihatnya semalam hanyalah sekedar mimpi, Fori pun sorenya berusaha untuk mengunjungi rumah baru temannya yang sangat indah di atas bukit. Ia berharap bisa menemui Sega yang katanya sudah sehat. Namun, sesampainya di sana, ia tidak bisa masuk karena gerbang depan rumah tersebut tertutup begitu rapat tanpa ada bel ataupun satpam yang berjaga.

 

Fori pun memanjat sebuah pohon besar dan melompat ke bagian dalam kebun bunga di rumah baru Sega. Ia ingin melihat sahabatnya sekali lagi sebelum mereka benar-benar berpisah, dan Fori memang berhasil melakukannya.

 

Ia melihat Sega tengah berlari-lari di taman dan bermain dengan seekor anjing besar berwarna hitam. Ada beberapa orang asing di sekeliling Sega yang bertubuh tinggi-tinggi dan sangat rupawan yang sedang tertawa bersamanya. Hanya saja, mereka tidak memanggil Sega dengan namanya. Entah mengapa, mereka semua memanggilnya 'Xynth' dan berbicara dengan bahasa asing padanya. Padahal, Fori tahu benar kalau Sega tidak bisa berbahasa asing. Namun, entah bagaimana mendadak temannya itu terdengar seperti sangat lancar berbicara dengan orang-orang asing di sekitarnya.

 

Fori bermaksud memanggil Sega, tetapi anjing hitam besar di dekat temannya tadi mendadak mencium kehadirannya dan langsung menggeram. Melihat Fori berusaha kabur, anjing itu refleks bergerak cepat ke arah Fori untuk menerjang sang gadis cilik. Namun, sebuah gerakan sangat kilat dari Sega tiba-tiba menghentikan laju anjing itu sebelum makhluk mengerikan itu menerkam Fori.

 

Sega menyuruh anjing itu untuk diam, dan anehnya, anjing itu langsung menurut padanya dalam hitungan detik. Fori bengong saat melihat sang sahabat di hadapannya berbicara dalam bahasa asing yang sama pada anjingnya.

 

Sahabatnya itu kemudian menoleh ke arah Fori tanpa tersenyum, seperti tidak mengenal Fori sama sekali. Yang lebih mengagetkan, entah bagaimana, bola mata anak laki-laki itu tidak lagi berwarna hitam, melainkan keperakan.

 

"Se---sega?" ucap Fori sambil tetap melongo melihat perubahan warna mata temannya. "Sega, kamu ... baik-baik saja?"

 

Sega hanya menatap ke arah Fori dengan pandangan aneh, seolah-olah ia tidak paham dengan apa yang dikatakan Fori sama sekali.

 

"Who are you?" balas anak laki-laki yang baru sehari lalu masih menjadi sahabat terbaik Fori itu dengan tatapan yang kini dingin dan asing.

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Terlama
Terbaru Vote Terbanyak
Inline Feedbacks
View all comments
error: KONTEN INI DIPROTEKSI!!!
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4499#!trpen#Optimized by #!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#/trp-gettext#!trpen#
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4500#!trpen#Turns on site high speed to be attractive for people and search engines.#!trpst#/trp-gettext#!trpen#