Kilas balik ke dua bulan sebelumnya di New York, AS
Rigel, pria dengan penampilan klasik itu berdiri di lantai atas sebuah gedung kosong yang berdebu. Wajahnya tampak sangat serius dan matanya memicing tajam. Sesekali, ia memejamkan mata dan terlihat seperti sedang berusaha membaca sesuatu dengan pikirannya. Begitu ia membuka matanya, bola matanya yang berwarna biru pucat mendadak berkilat seperti putih. Ia menoleh ke arah Antares, rekannya yang sejak tadi mengikutinya.
"Dia enggak jauh dari sini," kata Rigel dengan suara yang menggema melalui dinding-dinding ruang kosong di gedung itu.
Antares mengangguk dan meletakkan telunjuknya ke bibirnya. Pria berpenampilan sangat modern dengan rambut berwarna pirang itu bersandar ke dinding dan tersenyum. Bola matanya yang berwarna coklat kemerahan memandang ke atas. Kemudian dengan senyum sinis, ia mengacungkan satu jari telunjuknya ke arah atap dan menatap misterius ke arah Rigel.
"Setelah hitungan ketiga," ucap Rigel pada Antares dengan suara berbisik. Antares mengangguk. "Satu... dua..."
Ssshhh!
Mendadak, Rigel sudah menghilang dari pandangan Antares dan membuat Antares yang belum siap dengan aba-aba palsu Rigel menjadi kesal. "Sialan, dia bilang hitungan ketiga!"
Sedetik kemudian, Antares sudah ikut menghilang dari ruangan itu dan muncul kembali di atas atap gedung kosong lainnya yang terbuka. Tubuhnya langsung disambut udara dingin angin malam yang bertiup kencang di atas.
Ia melihat Rigel sudah lebih dulu di sana, sedang memandang tajam ke arah seorang gadis berambut merah dan ikal yang sangat panjang. Ketika menyadari bahwa Antares dan Rigel di sana untuk menyergapnya, gadis itu dalam sekejap melesat kabur, meninggalkan jejak cahaya di udara.
Rigel tidak tinggal diam, ia juga ikut melesat mengikuti gadis tersebut dan langsung diikuti Antares dengan kilatan cahaya. Kali ini, mereka muncul di bagian paling ujung gedung pencakar langit dan saling memandang.
"Betelgeuse, jangan melakukan hal yang bodoh," desis Rigel dengan penuh kemarahan. "Kami sudah lama cari kamu. Sebaiknya kamu menyerahkan diri sebelum kaisar atau putra mahkota yang menemukan kamu."
Betelgeuse tertawa kecil. "Kamu lupa sesuatu, aku sangat tahu itu. Aku bahkan tahu kalau mereka akan bunuh aku."
Sedetik setelah mengucapkan kalimat tersebut, ia kembali melesat cepat dengan cahaya merahnya, lalu lagi-lagi meninggalkan mereka. Rigel baru akan mengejar, tapi kali ini Antares yang melintas lebih cepat darinya. Mereka bertiga baru muncul kembali di atas sebuah menara satelit yang menjulang tinggi.
"Kena kamu!" seru Antares seraya memegang pundak Betelgeuse dengan keras.
Warna mata Betelgeuse yang hitam mendadak berubah menjadi kekuningan karena marah. "Antares, kamu benar-benar akan bersikap enggak sopan ke aku?! “Antares, are you going to behave impolitely towards me?”
"Ah iya, aku lupa kalau kamu anak tetua langit yang dihormati. Tapi, usia kamu lebih muda dari aku, seharusnya kamu---"
Ssshhh!
Betelgeuse kembali menghilang. Ini membuat Rigel menatap kesal pada Antares.
“Cck cck, kamu itu selalu terlalu banyak bicara," ujarnya. Keduanya lalu saling memandang, sebelum akhirnya kembali melesat.
Malam itu, di antara gedung-gedung pencakar langit dan cahaya lampunya yang cantik, muncul berbagai kelebat sinar dari ketiganya. Sementara di jalanan di bawah gedung, para pekerja kantoran yang baru pulang kerja dan orang-orang lainnya di New York tetap beraktivitas dengan normal.
Semuanya berlangsung sangat cepat seperti kecepatan cahaya, sampai-sampai siapa pun manusia normal tidak akan menyadarinya. Tidak ada yang tahu kalau di atas sedang terjadi kejar mengejar dan pertempuran sengit yang melibatkan tiga cahaya.
"Berhenti!" seru Rigel sambil melepaskan tali ikat rambutnya dan membuat rambut panjangnya langsung berkibar tertiup angin. Ia melemparkan tali tersebut ke arah sinar merah yang melesat di depan matanya dan seketika, tali berwarna biru tersebut langsung menjerat sinar itu, membuat perempuan yang bernama Betelgeuse mendadak muncul dalam kondisi terikat.
"Lepaskan aku, Rigel!"
Rigel tidak mengacuhkan ucapan Betelgeuse, meski ia tahu kalau gadis itu kesal. Dengan sorot matanya, ia justru membuat ikatannya semakin kencang melilit tubuh Betelgeuse.
"Maaf, aku bersikap enggak sopan karena terpaksa sampai harus ikat kamu," ujar Rigel padanya dengan raut wajah jujur. "Tapi Betelgeuse, putra mahkota benar-benar sangat butuh kamu saat ini."
Pria itu hampir berhasil membawa Betelgeuse pergi, tapi mendadak tali ikat rambutnya terbakar api merah sampai habis.
"Dan maaf aku harus melakukan ini ke kamu!"
Rigel belum sempat bereaksi ketika mendadak sebuah kilat sinar merah menampar keras wajahnya dan Antares secara serempak. Pipi kedua pria itu kini melebam merah sampai membuat kedua pria itu bengong total. Betelgeuse sendiri langsung menghilang begitu saja dari hadapan mereka setelah menampar keduanya.
"Ka-kamu lihat itu? Dia baru saja menampar orang yang lebih tua darinya," ucap Antares dengan tampang tidak percaya. "Dasar perempuan dukun sialan!"
"Kamu sedang memaki sepupu kamu sendiri?" ejek Rigel.
"Dia sepupu aku, tapi aku bukan keturunan dukun kerajaan seperti dia. Lagi pula, dia enggak pernah punya etika yang baik ke putra mahkota."
"Kalau kita punya etika, kita enggak akan memanggil putra mahkota hanya dengan nama saja," tukas Rigel dengan santai.
"Ah, benar juga, tapi itu kan karena Xynth teman kita sejak kecil."
Rigel memutar bola matanya. "Aku akan tetap mengejar Betelgeuse. Kamu mau menunggu saja di rumah atau bagaimana?"
"Aku ikut!" jawab Antares yang masih kesal. Kali ini, ia melesat lebih dulu meninggalkan Rigel.
Alaska, AS
Hanya beberapa detik setelah menampar dua pengawal putra mahkota tadi, Betelgeuse mendarat di sebuah dataran es luas dengan napas yang terengah-engah. Ia terlihat letih dan kesal. Mulutnya tidak berhenti mengumpat.
Gadis itu sudah berniat akan menghilangkan jejak dirinya di sana. Namun, baru saja ia akan membalikkan tubuhnya, sebuah cahaya teramat kilat mendadak menghantam tubuhnya dengan keras dan membuatnya langsung terjatuh ke atas permukaan es yang dingin.
Ia sudah akan kembali bangkit, tapi sebuah tangan yang pucat dengan jari-jari yang panjang langsung mencengkeram lehernya dengan keras. Tubuh Betelgeuse mendadak bergetar dengan hebat. Ia sama sekali tidak bisa bergerak dan langsung merasakan hawa panas yang dahsyat membakar lehernya.
"Pu-putra Mahkota," ujarnya dengan usah payah sambil menatap ke arah kabut berwarna perak di depannya. Kabut itu perlahan berubah menjadi sosok seorang pria dengan bola mata berwarna senada dengan auranya. The mist slowly turned into the figure of a man with eyeballs the same color as his aura.
"Kalau kamu sudah tahu kemungkinan aku atau ibu aku akan bunuh kamu, seharusnya kamu bersikap lebih hati-hati, kan?"
Betelgeuse merasa tak berdaya, tubuhnya menggelepar ketika pria di depannya menambah erat cengkeraman di lehernya, sampai membuat dirinya kini terangkat dari permukaan es. Ia tidak bisa bersuara sama sekali, tapi tubuhnya langsung meronta memohon ampun.
"Sekarang, kamu tinggal memilih ... kamu mau menghadapi aku atau menghadapi ibu aku?"
Bola mata Betelgeuse langsung memutih dan membesar karena rasa takut. Ia sangat tahu bahwa ia tidak akan selamat jika sampai harus berhadapan dengan ibu dari sang putra mahkota.
"Xynth!"
Sebuah suara mendadak muncul di belakang mereka. Antares dan Rigel yang baru menapakkan kaki mereka di dataran es, langsung terkejut ketika melihat kehadiran Xynth di sana.
"Xynth, kamu juga di sini?" tanya Rigel pada sang putra mahkota.
"Seharusnya kamu sedang menjalani perawatan, kenapa kamu malah ikut kejar dia?!" kata Antares padanya.
Xynth tidak menjawab pertanyaan kedua pengawalnya. Ia kembali menatap Betelgeuse dengan ekspresi marah dan malah lebih mencengkeramnya, sampai-sampai wajah gadis di depannya itu mulai memutih seperti akan mati.
"Tu-tunggu," ucap Betelgeuse dengan susah payah setelah mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa dalam kondisi tenggorokan yang masih tercekat. "Putra Mahkotta, sa---saya sudah tahu jawaban masalah Anda."
Pria di depannya masih memandanginya dengan dingin. Namun, kali ini cengkeraman di leher Betelgeuse melonggar dan membuat gadis itu kini bisa sedikit mengambil napas.
"Anda harus segera kembali melakukan pertukaran tubuh karena hidup Anda di bumi hanya tersisa enam bulan lagi," ujar Betelgeuse lagi.
Kali ini, ia berhasil membuat Xynth mendengarnya dan bisa merasakan tatapan kaget dari pria itu dan dua pengawalnya. Beberapa detik setelahnya, sang putra mahkota melepas cengkeramannya dan membuat Betelgeuse langsung jatuh terseungkur ke atas permukaan es lagi.
Meskipun begitu, gadis berambut merah itu segera berdiri lagi untuk membungkuk ke arah sang putra mahkota. Ia meletakkan tangan kanannya ke pundak kiri sebagai tanda hormat.
"Apa maksud kamu bilang kalau Xynth benar-benar akan mati?" tanya Rigel dengan ekspresi yang masih tercengang.
Mereka semua sudah mendengar kalau otak dari tubuh manusia yang dipakai Xynth saat ini terkena kanker. Itu makanya mereka semua berusaha mengejar Betelgeuse yang selama ini lari. Namun, sejauh ini mereka tidak tahu kalau penyakit manusia yang menjangkiti Xynth akan mampu membuat pria itu benar-benar diramalkan mati.
"Ya, Sega ... maksud saya, tubuh manusia keempat belas yang sedang Anda tempati saat ini, seharusnya memang ditakdirkan untuk berumur panjang. Namun entah bagaimana, takdir kematian nomor empat belas yang sebenarnya masih lama, ternyata tertukar dengan manusia lainnya. Ada kejadian aneh yang enggak bisa saya perkirakan sejak awal terkait hal ini."
Xynth memandang tajam ke arah Betelgeuse. "Apa maksud kamu dengan kamu enggak bisa perkirakan sejak awal?! Kamu keturunan langsung dari Methuselah, seharusnya kamu bisa membaca segalanya!"
"Sa---saya benar-benar enggak tahu secara pasti apa yang sebenarnya terjadi," jawab Betelgeuse jujur. "Saya sendiri benar-benar baru tahu kalau umur tubuh manusia keempat belas Anda enggak lagi panjang dan Anda ... terancam akan ikut mati kalau enggak segera melakukan pertukaran baru."
"Tunggu," potong Antares mendadak, "bagaimana mungkin nomor empat belas mati lebih cepat? Bukannya semua tubuh yang akan dipakai sama putra mahkota seharusnya ditakdirkan berumur panjang?"
"Benar," jawab Betelgeuse dengan nada lemah sambil berlutut di depan Xynth karena takut dengan efek ucapannya sendiri. "Semuanya awalnya baik-baik saja, tapi ada yang terjadi di luar perkiraan saya pada malam pertukaran tubuh putra mahkota dengan nomor empat belas. Putra mahkota ... anu, putra mahkota ...."
"Aku kenapa?!" hardik Xynth dengan tidak sabar.
"Putra Mahkota, malam itu Anda tanpa sadar sudah memberikan berkat umur panjang ke seorang manusia yang dikutuk langit. Anda mematahkan kutuk turun temurun yang sudah ada di garis keturunan manusia itu sejak lama." unknowingly. You broke the hereditary curse on that human’s bloodline.”
"Aku? Aku memberikan berkat umur panjang? Aku mematahkan kutuk turun temurun manusia?"
Betelgeuse mengangguk dengan takut. "Ya, seharusnya enggak seorang pun manusia di bumi yang bisa melihat Anda atau ibu Anda secara langsung di langit. Hanya manusia bergaris keturunan pengabdi kerajaan kita --- seperti nomor satu sampai empat belas --- yang ditakdirkan bisa melihat Anda sebagai bintang perak. Itu makanya selama ini Anda hanya bisa menempati tubuh mereka yang memang adalah keturunan pengabdi kerajaan kita."
"Tapi," lanjutnya, "ada satu manusia yang mampu melihat Anda malam itu. Sesuai tradisi jutaan tahun: kalau ada manusia di bumi yang mampu melihat Anda dengan mata telanjangnya dan memanjatkan harapan, maka Anda akan mengabulkan doanya. Tapi ...."
"Tapi apa?!" teriak Xynth lagi sambil mendelik.
"Tapi di sini letak masalahnya," lanjut Betelgeuse sambil mengambil jeda bernapas. "Manusia itu adalah keturunan manusia murni, bukan garis keturunan pengabdi kerajaan seperti nomor empat belas. Manusia itu mendapat kutukan langit karena dosa besar nenek moyangnya di masa lalu. Semua keturunan mereka yang dikutuk langit ditakdirkan mati sebelum berusia tiga puluh tahun."
"Manusia itu seharusnya ditakdirkan mati malam itu, tapi di saat bersamaan ... dia meminta umur panjang dari Anda dan Anda mengabulkannya tanpa sadar. Kutuk kuat garis keturunannya patah karena itu dan ternyata terlempar ke tubuh manusia nomor empat belas yang saat ini Anda tempati. Malam itu, seharusnya Sega --- nomor empat belas --- memang mati. Sayangnya, enggak seorang pun dari kita tahu tentang itu."
"Ketika Anda menempati tubuhnya, nasib sial kematiannya hanya mundur sesaat. Tapi, sepertinya tubuhnya yang seharusnya sudah lama mati enggak lagi kuat untuk menampung jiwa Anda, dan itu mengakibatkan tubuh manusia Anda saat ini sekarat. Jadi, maaf Putra Mahkota, nyawa Anda ikut terancam kalau Anda enggak segera melakukan pertukaran lagi."
"Pertukaran lagi?" tanya Xynth setelah terdiam sejenak dan melihat Betelgeuse bersimpuh di depannya.
"Bagaimana aku akan menemukan tubuh kelima belas kalau dalam kurun waktu setiap 88 tahun, hanya ada satu manusia pengabdi kerajaan yang tubuhnya ditakdirkan untuk bisa aku tempati? Umur tubuh ini baru dua puluh tahun, sementara kata kamu enam bulan dari sekarang aku akan mati, kan?"
"Ini yang aneh," jawab Betelgeuse dengan raut sama bingungnya. "Manusia yang Anda berkati tadi mendadak jadi tubuh kelima belas untuk Anda. Sinar Anda malam itu enggak hanya mengenai tubuh manusia keempat belas, tapi juga mengenai nomor lima belas dengan lebih kuat."
"Seharusnya --- seperti tubuh keempat belas dan tubuh-tubuh sebelumnya yang memiliki bekas luka berwarna perak di bagian tubuh mereka --- manusia yang ditakdirkan menjadi nomor lima belas juga pasti memiliki luka perak di salah satu bagian tubuhnya."
"Manusia di luar kaum pengabdi bisa menerima jiwa Xynth? Selama ini, Xynth kan hanya bisa melakukan pertukaran dengan keturunan pengabdi. Tubuh manusia murni enggak akan sanggup menerima pertukaran dengan seorang putra mahkota langit," timpal Rigel dengan nada yang masih tidak percaya.
"Memang," jawab Betelgeuse, "tapi putra mahkota sudah memberkati tubuh kelima belas dengan umur panjang. Jadi, enggak akan ada masalah dengan itu. Masalahnya justru...."
Betelgeuse kembali menunduk ketika melihat Xynth yang masih syok kini mendelik seram ke arahnya. "A-anu, masalahnya adalah ... karena dia bukan kaum pengabdi dan hanya manusia murni, jiwa manusia kelima belas harus terlebih dulu dibunuh agar tubuhnya bisa ditempati sama putra mahkota."
"Kamu gila?! Peraturan langit enggak memperbolehkan kita untuk membunuh manusia murni! Enggak satu pun dari kita selama ini diperbolehkan untuk melakukan hal semacam itu!" ucap Antares dengan intonasi tinggi.
"Apa boleh buat, itu hal yang kali ini terpaksa harus kita lakukan. Itu jalan satu-satunya yang harus kita lakukan secepatnya untuk menyelamatkan putra mahkota. Bagaimanapun, putra mahkota harus cepat menempati tubuh barunya."
Xynth terdiam beberapa saat sebelum membuka suaranya lagi, "Sejak kapan kamu tahu tentang semua ini?"
"Saat Anda melakukan pertukaran tubuh dengan nomor empat belas," jawab Betelgeuse dengan wajah mengawang, "saya melihat ada anak manusia yang mengintip ritual pertukaran Anda. Seharusnya enggak seorang pun manusia bisa melihatnya, apalagi mampu bergerak dalam rentang waktu yang kita bekukan. Tapi, dia sanggup melakukannya. Semenjak itu, saya mulai menyelidiki soal anak itu."
"Tunggu, aku masih bingung. Manusia murni bisa melihat kita melakukannya? Lebih aneh lagi, dia bisa melihat sinar Xynth di langit? Bukannya itu seharusnya sangat mustahil terjadi? Sinar keluarga bangsawan tertinggi kerajaan sejak dulu seharusnya enggak bisa dilihat manusia murni mana pun, kan?" tanya Rigel.
"Itu makanya aku menyelidiki itu selama ini. Tapi, kalian semua enggak sabar dan malah mengejar dan berniat membunuh aku saat tahu putra mahkota sakit. Padahal, dulu aku memang enggak tahu apa pun soal perubahan ini," keluh Betelgeuse pada Rigel dengan tampang kesal. "Hanya ayah aku yang seharusnya mampu untuk menjawabnya."
"Methuselah?" tanya Xynth padanya.
Betelgeuse mengangguk. "Ya, tapi seperti yang Anda ketahui, ayah saya sedang dalam kondisi mati suri. Saya enggak bisa mendapat jawaban dari ayah, kecuali kalau ayah muncul lagi ke dalam visual kepala saya."
Antares memandang ke arah Betelgeuse dengan ekspresi iba. Sepupunya itu memang adalah satu-satunya keturunan langsung dari Methuselah atau yang maha tahu segalanya. Semenjak Methuselah mati suri, Betelgeuse memang berjuang mati-matian untuk menjadi pengganti ayahnya di kerajaan langit.
Namun, sebagai anak yang bahkan belum cukup dewasa, kekuatannya belum sesempurna ayahnya yang merupakan tetua paling dihormati di kerajaan. Jelas itu membuat Betelgeuse jadi sering ceroboh dan menanggung beban berat sebagai pengganti ayahnya. Meskipun begitu, tidak satu pun dari rumpun keluarga mereka seharusnya sering kabur-kaburan dari kaisar maupun putra mahkota hanya karena takut.
Keluarga Antares dan Betelgeuse sejak awal merupakan salah satu rumpun dengan loyalitas terkuat pada keluarga kaisar. Meski belum sangat berpengalaman, Betelgeuse harus melakukan tanggung jawab sebagai 'mata' bagi kerajaan mereka. Namun, situasi saat ini terjadi akibat kelalaian Betelgeuse dalam meramal, yang dampaknya akhirnya cukup besar. Sepupunya itu bisa saja dihukum mati oleh kaisar, meski ayahnya adalah salah satu yang paling dihormati di langit.
"Jadi, kapan kita akan melakukannya?" tanya Xynth mendadak memecahkan keheningan. "Ibu aku dan ayahnya Rigel sedang dalam masalah serius di langit. Kita harus melakukannya tanpa kehadiran mereka?"
"Anda memang harus segera melakukan pertukaran lagi, tapi sebaiknya kita menunggu ibu Anda dulu. Apalagi, Anda masih harus mempelajari segalanya tentang manusia murni. Kalau nanti sudah siap, Anda bisa melakukan pertukaran tubuh dengan perempuan itu," jawab Betelgeuse dengan santai, tetapi mendadak ketiga pria di depannya tampak mematung.
"Betelgeuse, apa maksud kamu dengan 'perempuan itu'?" tanya Xynth dengan nada yang dalam dan berbahaya.
"A---anu ... maksud saya ... apa tadi saya belum mengatakannya? Tubuh kelima belas Anda kali ini berjenis kelamin perempuan," jawab Betelgeuse dengan takut-takut setelah melihat perubahan air muka semua yang ada di sana. "Manusia kelima belas itu bernama Fortuna Ramaya. Dia sahabat masa kecil dari manusia keempat belas, Sega."
"Fortu---" Ucapan Xynth terputus. Mendadak kepalanya terasa pusing setelah mendengarkan perkataan Betelgeuse. "Kamu tahu sejak dulu tentang manusia itu ... dan kamu mengatakan dengan ringan sekarang kalau tubuh aku untuk puluhan tahun ke depan adalah tubuh perempuan? Aku ... Xynth ... Putra Mahkota Kiklios ... calon kaisar langit ... harus menempati TUBUH MANUSIA PEREMPUAN???!!"
Betelgeuse mundur dari posisinya. Ia baru sadar kalau ucapannya akan menjadi masalah besar bagi pria di depannya. "Tu-tunggu, Putra Mahkota, saya juga baru tahu kalau---"
"AKU AKAN BUNUH KAMU, DUKUN KECIL SIALAN!!!" teriak Xynth sambil kembali mencengkeram leher Betelgeuse dengan keras. Namun, beberapa detik kemudian, tangan Xynth melemas dan darah segar mendadak mengalir dari hidungnya.
"Pu---putra Mahkota, Anda kenapa?" tanya Betelgeuse dengan panik sambil bergerak mendekatinya bersama Rigel dan Antares.
Xynth tidak menjawabnya dan malah terjatuh di tempatnya. Kepalanya terasa berputar-putar dan tubuh manusianya kembali melemah. Itu memang bukan yang pertama kali terjadi padanya dalam setahun terakhir, tapi kali ini untuk pertama kalinya, Xynth pingsan di tempatnya.