...

4. Malam Pesta Perpisahan

 

Satu Minggu Setelah Kejadian di Alaska (kilas balik malam pesta perpisahan SMA Fori)

 

Suasana di malam pesta perpisahan teman-teman sekelas Fori malam itu begitu ramai. Semua teman seangkatannya hadir di sana dan itu membuat Fori merasa sangat tidak nyaman. Ia tidak memiliki satu teman pun dan semua orang yang hadir di pesta itu berbicara dengan teman mereka masing-masing. Jelas itu membuat Fori semakin merasa terasing.


Ia sebenarnya tidak ingin datang ke sana, tapi Suster Elsa mengatakan padanya sejak pagi kalau itu adalah kali terakhir ia akan merasakan masa SMA-nya. Setidaknya, Fori harus turut hadir di acara prom night mereka, begitu menurut sang suster.


Sayangnya, Suster Elsa tidak memberikan nasihat bagaimana dia harus berpakaian pada acara perpisahan seperti itu. Akibatnya, Fori datang dengan gaun pesta norak dan kuno, dan langsung menjadi bahan tertawaan semua orang sejak ia masuk ke aula sekolahnya tadi.


"Beth, aku akhirnya datang ke pesta perpisahan sekolahku," ketik Fori melalui Whatsapp pada sahabatnya. Namun, tanda notifikasi pengiriman pesannya pada Beth menunjukkan bahwa tidak satu pun pesannya yang lain sejak pagi tadi sudah dibaca oleh Beth.


Fori menghela napas dengan gusar. Tidak saja merasa kesepian di acara tersebut, bahkan satu-satunya sahabatnya juga tidak bisa menjadi teman berbicaranya untuk menutupi situasi canggungnya di sana.


Fori pun melangkah ke arah meja makanan prasmanan dan memutuskan untuk mengambil beberapa kue kecil di sana. Ia kemudian mengunyahnya sambil memandang ke sekeliling aula. Ia berharap tidak seorang pun akan menyadari keberadaannya di sana, tapi tiba-tiba, sebuah tangan mengambil piring kue Fori dan meletakkannya kembali ke atas meja tersebut. Fori pun langsung menoleh dengan kaget.


"Hai, Fori!" sapa Hannah dan gank iblisnya yang membuat Fori seketika merasa mual. "Aku dengar, kamu juga akan mendaftar masuk ke Universitas Immaculata?"


Fori tidak segera menjawab. Ia hanya memandang Hannah dan lain-lain dengan lemas bak melihat petaka datang. Malam itu, Hannah mengenakan mini dress berwarna kuning dengan stiletto yang berwarna senada. Ia tampak cantik dengan gaun yang jelas berharga mahal.


Namun, Fori hampir tertawa karena melihat dua teman Hannah yang lain menggunakan gaun berwarna hijau dan satu lagi berwarna merah. Mereka benar-benar tampak seperti lampu lalu lintas di mata Fori.


"Apa mau kamu kali ini, Hannah?" tanya Fori sambil menarik napas panjang.


Fori tahu Hannah melirik geli ke arah baju norak yang ia kenakan. Namun, dengan tumbennya gadis iblis itu tidak melemparkan ejekan apa pun. Biasanya Hannah juga tidak pernah memanggil Fori dengan namanya dan hanya memanggilnya dengan sebutan 'anak dana bantuan'. Fori cukup kaget karena kali ini situasinya berbeda.


"Kamu mau menyiksa aku lagi bahkan di acara perpisahan sekolah kita?" tebak Fori dengan wajah tegang.


"Jangan berpikiran negatif dulu," jawab Hannah dengan ramah. "Aku hanya mau menutup kenangan buruk bersama kamu selama sekolah karena kita akan masuk ke jenjang yang lebih dewasa. Aku ingin berdamai sama kamu."


"Hah?" Fori menatapnya tak percaya. Kenangan buruk? Apa maksud perempuan iblis ini? Dia punya kenangan buruk sama aku? Dia bahkan pernah mengunci aku seharian di toilet sekolah!

 

"Aku dan yang lainnya minta maaf dengan tulus kalau selama ini selalu mengganggu kamu. Untuk terakhir kalinya, kami ingin meninggalkan kesan positif. Berbaurlah dengan kami."


Firasat Fori memburuk. Namun, ia membiarkan Hannah begitu saja ketika wanita itu mendadak merangkul lengannya dan membawanya berjalan bersama dengan gank iblisnya.


"Ka---kamu mau bawa aku ke mana?" tanya Fori was-was, tapi Hannah langsung tersenyum sangat hangat padanya.


"Setidaknya sekali ini, kami mau coba membuka pintu keakraban dengan kamu. Kami lagi main game seru di belakang sana dan kekurangan satu pemain lagi. Yang lain sibuk dengan teman masing-masing atau pasangannya. Kamu lagi sendirian, kan? Ayo ikut dengan kami!"


"Game apa?" tanya Fori, merasa seperti diseret ikut dengan mereka ke bagian pojok belakang panggung.


"Tenang, enggak berbahaya kok, hanya game truth or dare. Kamu tahu kan game itu?"


"Tu---tunggu sebentar Hannah, aku---" 


"Ah, itu mereka!" potong Hannah setelah mereka masuk ke ruang panitia di belakang panggung.


Gadis itu menunjuk ke arah enam orang laki-laki di sana yang cukup populer di sekolah mereka. Salah satunya ada Andi, laki-laki yang ditaksir oleh Fori sejak mereka SMP. Tubuh Fori seketika berubah menjadi kaku saat ia melihat Andi. Untungnya, Hannah tidak menyadarinya.


Fori melihat mereka semua sedang sibuk berbicara dan duduk di atas karpet biru yang terletak di lantai ruangan kecil tersebut. Di depan mereka, ada meja pendek berukuran panjang dan ada beberapa botol dan juga sepuluh gelas kosong yang sudah disediakan di atas meja untuk setiap peserta.


Insting Fori semakin buruk melihat itu. Namun, ia merasa sedikit tenang karena ada Andi. Setidaknya selama ini Andi cukup baik padanya, meski mereka tidak pernah akrab satu sama lain. Jadi, tidak mungkin mereka semua serempak berniat jahat padanya.


"Jadi di game ini, kamu bebas memilih truth atau dare," ujar Hannah memberikan instruksi pada Fori. "Kami bawa alat deteksi kebohongan mini yang akan diletakkan di jari siapa pun yang memilih truth. Kalau bohong, lampu alat ini akan berubah jadi merah; kalau jujur, lampunya akan hijau. Kalau kamu ketahuan bohong, maka kamu wajib melakukan apa pun perintah orang yang sedang berinteraksi dengan kamu. Kamu mengerti, kan?"


Fori tidak menjawab karena ia sebenarnya memang tidak tertarik ikut permainan mereka. Namun, Hannah sudah menutup jalan keluar Fori dengan duduk di sebelahnya. Itu membuat Fori akhirnya terpaksa tetap duduk di tempatnya.


Mereka semua berseru girang dan memulai permainan. Fori memperhatikan mereka bermain secara bergiliran dan mendengar semua pertanyaan 'truth' yang diajukan ke setiap orang bersifat sangat sensitif. Sementara yang memilih 'dare', rata-rata disuruh melakukan hal memalukan dan berakhir dengan meminum minuman di botol yang ternyata adalah wine. Padahal, usia mereka belum diperbolehkan untuk meminum alkohol, tetapi sepertinya yang lain di sana terlihat cuek saat melakukannya.


"Apa kamu masih perawan?"


Seseorang di sana bertanya pada Hannah. Hannah terlihat diam sebentar, sebelum akhirnya menjawab kalau ia masih perawan. Namun, lampu alat deteksi kebohongan ternyata menunjukkan kalau Hannah berbohong dan semua yang ada di sana langsung menertawakannya. Gadis itu pun terpaksa meminum segelas wine yang diserahkan kepadanya dengan santai.


"Kalau aku mau nanya sama Fori saja," cetus Hannah ketika gilirannya memimpin permainan tiba. Ia memandang jahil ke arah Fori yang bengong dan sebenarnya tidak siap. Entah bagaimana, seluruh peserta yang duduk di atas karpet, kini menatap ke arah Fori dalam diam. "Kamu mau pilih truth atau dare, Fori?"


Fori hanya diam. Matanya melihat sekeliling, berusaha mencari bantuan. Sayangnya, semua orang di sana seperti tetap menunggu jawaban darinya.


"Truth or dare?" ulang Hannah padanya dengan nada mendesak.


"Truth," jawab Fori dengan suara tertelan. Setidaknya, menurut Fori pertanyaan truth sedari tadi tidak ada yang akan mempermalukannya. Sementara jika ia memilih dare dan gagal, maka ia pasti diharuskan untuk ikut meminum wine.


"Baiklah, kalau begitu kamu harus menjawab pertannyaan dari aku dengan jujur," kata Hannah sambil memasang kabel penjepit di jari-jari tangan Fori. "Apa kamu suka sama Andi?"


Fori seketika terdiam kaku mendengar pertanyaan Hannah. Yang lainnya di sana juga mematung, kecuali gank Hannah yang semuanya terlihat seakan-akan sedang berusaha menahan senyum.


"Fori, kamu suka Andi?" tanya Hannah lagi, kali ini dengan tekanan.


Sekarang, Fori sadar kalau ia sudah masuk ke dalam jebakan Hannah dan kelompok iblisnya. Mereka memaksa Fori ikut bermain karena sejak awal bermaksud untuk mempermalukan gadis itu.


"Enggak," jawab Fori setelah terdiam lama dan menciptakan suasana tegang di sana.


Fori berdoa dalam hati agar alat deteksi kebohongan itu mendadak rusak. Sayangnya, dalam hitungan detik, lampu berwarna merah pada alat itu menyala. Wajah Fori seketika berubah jadi merah padam, nyaris sama dengan warna lampu pada alat itu. Ia tidak berani mengangkat wajahnya dan memandang ke arah Andi. Ia tahu kalau pria itu juga terdiam total di tempatnya duduk.


"Kamu harus meminum itu karena sudah bohong, Fori," ujar gank Hannah dengan heboh setelah melihat Hannah menyerahkan segelas wine ke depan wajah Fori. Wanita kejam itu bahkan memaksa Fori untuk meminumnya dalam sekali teguk, sampai Fori berakhir terbatuk-batuk dengan wajah bak kepiting rebus.


"Fori, sekarang giliran kamu untuk menyuruh orang menjawab," kata Hannah, menyadarkan Fori yang terdiam menahan tangis karena merasa sangat malu. "Silahkan pilih orang yang kamu mau untuk menjawab kamu."


"A---aku skip saja," jawab Fori. Ia masih terlalu syok dengan kondisi yang sangat mempermalukannya barusan.


"Baiklah, kalau begitu aku saja yang menggantikan giliran kamu untuk nanya ke yang lain. Boleh, kan?"


Fori tidak segera menjawab Hannah, tetapi ia akhirnya mengangguk lemah setelah peserta lain lama menunggunya.


"Kalau begitu, sekarang aku mau nanya ke Andi saja. Andi, pilih truth atau dare?" tanya Hannah pada Andi. 


Tubuh Fori kembali menegang ketika mendengar orang yang ditunjuk oleh Hannah. Ia tahu bahwa Hannah tidak berniat untuk berhenti mempermalukannya sampai di sana.


"Aku pilih dare saja," jawab Andi setelah menimbang-nimbang. Laki-laki itu juga sepertinya sadar akan ke mana arah pertanyaan Hannah. Jadi, ia sengaja memilih dare untuk menghindarinya. Yang tak disangka, Hannah ternyata melakukan permintaan buruk padanya.


"Baiklah, sekarang kamu tinggal pilih, cium Fori ... atau cium salah satu teman laki-laki kamu."


"Apa?!" Andi terlihat kaget. Fori juga terdiam kaku dan menatap Hannah dengan tatapan tidak percaya.


"Kamu tinggal memilih salah satu," ulang Hannah dengan santai.


Yang lainnya bersorak ke arah Andi dan menyemangati Andi untuk mencium Fori. Namun, pria itu mendadak meminum segelas wine dan malah mencium teman laki-laki di sebelahnya.


Satu ruangan langsung meledak dalam tawa saat menyaksikan itu, sementara teman pria yang dicium Andi langsung menyeka bibirnya dan marah-marah.


"Jadi, kamu lebih memilih untuk mencium laki-laki dibanding mencium Fori?" tanya Hannah dengan sengaja sampai membuat yang lain-lainnya kembali tertawa. "Wah, kasihan sekali Fori. Kamu ditolak mentah-mentah sama Andi, loh!"


Fori meremas bagian bawah roknya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Namun, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menumpahkan tangisnya di sana.


Pria yang ia sukai sejak SMP baru saja memilih untuk mencium teman laki-lakinya dibanding menciumnya, dan Hannah mempermalukannya karena itu.


Sepanjang sisa malam itu, Fori yang linglung terus memilih opsi dare karena takut. Akibatnya, ia terus menerus meminum wine hingga kepalanya terasa pusing. 


Karena merasa mual, Fori kemudian meminta izin untuk ke toilet sebentar, menyusul Hannah dan teman-temannya yang sudah lebih dulu ke toilet. Namun, langkah gontainya terhenti di depan pintu toilet saat mendengar suara keras tawa Hannah dari dalam toilet.


"Kamu gila?! Kamu sengaja melaporkan ke kepala sekolah kalau ada minuman keras di ruangan panitia prom?" tanya teman Hannah yang bernama Mira pada perempuan itu. Fori bisa mendengar gema suara mereka dari dalam dan mematung di depan pintu toilet.


"Aku sudah membuat SMS laporannya dari handphone aku yang lain. Mereka enggak akan tahu kalau aku yang melaporkannya."


"Bagaimana kalau nanti kita semua ketahuan minum alkohol di bawah umur?!"


"Enggak masalah karena mereka sudah enggak bisa melakukan apa pun ke kita lagi. Berbeda dengan Fori. Kalau dia tertangkap melanggar hukum dengan mabuk-mabukan, bantuan dana kuliahnya akan dicabut sama yayasan dan dia enggak perlu ada di kampus yang sama dengan kita nanti."


"Wah, ternyata rencana kamu sangat matang dan brilian! Kamu memang mengerikan, Hanah!"


Gank Hannah tertawa dari dalam, sementara Fori terdiam di luar dengan air mata yang menetes. Ia tidak pernah mengerti mengapa Hannah dan teman-temannya bisa sampai di luar batas seperti itu, hanya karena tidak suka dengan Fori yang tidak sama statusnya dengan mereka semua. Ia lebih tidak paham mengapa mereka sangat berusaha untuk menghancurkan masa depan Fori.


Meskipun merasa luar biasa terpuruk, Fori tahu apa yang harus dilakukannya saat itu juga. Ia harus cepat-cepat pergi. Ia tidak perlu berada di sana --- di tempat di mana tidak ada satu orang pun yang menyukainya. Gadis itu pun kemudian berjalan cepat ke arah pintu lorong, lalu berlari ke luar gerbang sekolahnya dan langsung meledak dalam tangisan.


Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Terlama
Terbaru Vote Terbanyak
Inline Feedbacks
View all comments
error: KONTEN INI DIPROTEKSI!!!
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4499#!trpen#Optimized by #!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#/trp-gettext#!trpen#
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4500#!trpen#Turns on site high speed to be attractive for people and search engines.#!trpst#/trp-gettext#!trpen#