...

7. Permainan Hari Pertama (Part 1)

 

Hari Pertama di Universitas Imaculata

 

"Kita benar-benar harus mengikuti permainan para manusia ini?" tanya Rigel sambil mengamati suasana aula tempat orientasi mereka siang itu yang sangat ramai. "Permainan mereka akan terasa terlalu mudah bagi kita, kan? Kita akan menang tanpa bersusah payah sama sekali."


"Mungkin kita harus coba sedikit membaur dengan para manusia ini," celetuk Antares. "Bagaimana kalau kita ikut saja permainan mereka tanpa menggunakan kekuatan kita sama sekali? Ini akan lebih adil dan seru."


"Enggak sudi!" jawab Xynth dan Rigel serempak.


"Kenapa? Kalian takut akan kalah dari manusia-manusia ini?" tanya Antares lagi sambil menyeringai jahil.


"Aku? Kalah dari mereka?" Xynth tertawa sinis ke arah Antares.


"Aku juga enggak mau bersusah payah seperti manusia sampai berkeringat untuk hal-hal remeh," tambah Rigel tak acuh.


"Ah, kalian terlalu banyak alasan! Ayolah, ini akan menyenangkan! Kalau kita enggak menggunakan kekuatan kita sama sekali, aku mau lihat, siapa dari kita bertiga yang akan menang? Kalian enggak sedang takut dengan kemungkinan adanya fakta kalau aku paling bisa beradaptasi dengan manusia, kan?"


Xynth seketika mendelik. "Kamu gila?! Untuk apa aku takut dengan hal konyol begitu?! Aku sudah seribu tahun hidup di tubuh manusia dan sudah terbiasa menghadapi mereka. Kalau aku sampai bisa dikalahkan sama kamu, aku akan mengabulkan keinginan kamu!"


"Ehm ... Xynth, kamu baru saja mengiyakan ajakan Antares untuk bertaruh," kata Rigel sambil menarik napanya dalam-dalam dengan wajah frustrasi.


Antares yang mendengar itu malah lebih terinspirasi. "Kalau begitu, kita bertaruh saja sekalian! Karena kita sudah punya segalanya, bagaimana kalau kita bertaruh dengan harga diri saja? Misalnya, melakukan hal yang selama ini enggak akan pernah sudi untuk kita lakukan?"


"Contohnya?" Rigel mulai merasa was-was.


"Nari dan nyanyi di depan banyak orang mungkin?"


"Itu enggak akan pernah terjadi!" sembur Rigel dengan judes sambil membalikkan badannya.


"Aku juga enggak sudi! Bukan karena aku takut kalah, tapi bagi aku, taruhan seperti ini hanya akan buang-buang waktu aku saja. Kita enggak sedang main-main di sini!" tambah Xynth.


Antares segera menangkap lengan kedua temannya sebelum mereka kabur. "Tunggu dulu, kenapa kalian takut sekali, sih? Kita kan memang enggak sedang buang-buang waktu? Toh kita menjalani semua ini sambil tetap mengawasi Lima Belas."


"Oke ... oke, enggak usah nari dan nyanyi," sambung Antares. "Bagaimana kalau ... kita berkencan dengan manusia di taman bermain saja selama seharian? Ini enggak akan terlalu memalukan, kan? Lagi pula, kita semua toh hanya enggak perlu kalah? Ayolah, masa kalian takut dengan taruhan semudah ini?"


"Sepertinya ... kencan dengan manusia enggak akan terlalu sulit bagi aku," ucap Xynth terpaksa setuju demi harga dirinya.


"Hah? Xynth, kamu enggak ingat? Terakhir kali kamu didatangi sama seorang perempuan manusia, kamu sampai pernah menggantungnya hanya karena dia menyentuh rambut kamu?" ucap Rigel dengan nada khawatir, sementara Antares malah tergelak.


Di Kiklios, kepala dari siapa pun yang memiliki darah keturunan raja dianggap sangat berharga dan merupakan lambang mahkota. Memang ada peraturan bahwa siapa pun yang sembarangan menyentuhnya akan dihukum mati. Itu makanya Xynth sampai nyaris membunuh perempuan yang dimaksud oleh Rigel dengan menggantungnya ke udara sampai sang perempuan lemas dan pingsan.


Saat itu, Rigel dan Antares sampai susah payah untuk menghentikan Xynth. Akibatnya semenjak kejadian tersebut, perempuan itu menjadi ketakutan setengah mati pada Xynth.


"Aku hanya enggak perlu kalah seperti kata Antares, kan?" jawab Xynth yang memang narsistik dan mudah dipancing.


"Tapi sebelum bertaruh ...," lanjutnya secara tiba-tiba karena melihat sesuatu sedang terjadi di kelompoknya dari kejauhan, "aku akan memakai kekuatan aku untuk yang satu ini."


___


Fori memandangi para senior yang mendatangi tim hitam dengan sikap gelisah. Kegelisahannya bertambah karena seorang laki-laki kurus jangkung di kelompoknya memintanya untuk berkorban bagi tim mereka dengan pindah ke tim kuning. Permintaan itu datang akibat muncul kasus ganjil di mana tim hitam kelebihan satu peserta, sementara tim kuning jadi kekurangan satu peserta.


"Pindahlah ke tim kuning, kamu kan pemimpin kami dan seharusnya menjadi yang pertama berkorban sebagai ketua," ujar laki-laki itu secara terang-terangan pada Fori. "Lagi pula, maaf, ada aroma tertentu dari badan kamu yang membuat kami sedari tadi kurang nyaman."


Wajah Fori seketika memerah. "I---ini bukan aroma badan aku. Tadi ada kuah cuka yang tumpah ke baju aku di kantin dan aku enggak sempat untuk mencucinya dulu."


Namun, pria tersebut tetap menatapnya dengan ekspresi sentimen. "Coba tanya sama yang lain-lain, apa mereka mau kamu tetap di sini atau enggak?"


Pria itu berbalik dan segera bertanya pada semua peserta tim hitam. "Teman-teman, bagaimana pendapat kalian kalau ketua saja yang berkorban untuk pindah ke tim kuning?


Raut wajah semua yang ada di sana mendadak berubah kaku dengan pandangan yang sengit. "Enggak, kami mau dia tetap di sini. Kamu yang harus pindah!"


"Ya, Fori kan sudah dipilih jadi ketua, enggak mungkin dia yang harus pindah."


Pria jangkung kurus itu mendadak bengong. "H---hah?! Bukannya tadi kalian yang minta aku untuk bicara dengan ketua supaya dia saja yang pindah ke tim kuning?"


Semua orang ada di sana serempak membisu. Tatapan tajam mereka bertahan pada pria jangkung tersebut, sampai membuat sang pria terpaksa menundukkan kepalanya dengan wajah merah padam.


Pria itu baru tersadar kalau ia baru saja dipermainkan dan dimanfaatkan oleh teman-temannya sendiri, dan situasi jadi tidak menguntungkan baginya yang sudah telanjur menekan Fori.


Karena malu, pria itu lalu terdiam selama beberapa saat dengan sikap canggung. Namun tidak beberapa lama kemudian, ia langsung melepaskan pita hitam dari kepalanya, dan berjalan ke arah seorang senior yang sudah menunggungnya sambil mengumpat-ngumpat dengan suara yang pelan.


Fori sendiri kini menatap ke arah timnya dengan perasaan terharu. Baru kali ini dalam seumur hidupnya, ia merasa diinginkan oleh teman-teman seangkatannya. Ia pun tak kuasa menahan senyum senangnya, meski tanpa sadar matanya bertemu pandang dengan Xynth yang tengah berjalan ke arahnya.


"Pakai ini," ujarnya tiba-tiba pada Fori sambil langsung melepaskan jas kampus miliknya.


"H---hah? Tapi ... nanti kamu akan terkena hukuman kalau enggak pakai jas kampus," jawab Fori dengan gugup. Ia terkejut melihat Xynth mendadak bersikap baik padanya.


"Jangan salah paham, aku bukan lagi bersikap baik ke kamu," ujarnya dengan wajah datar, seolah-olah mampu membaca benak Fori. "Seperti orang tadi, aku juga enggak suka cium bau menyengat dari badan kamu."


"Fo---fori ...." panggil seseorang secara mendadak dari belakang keduanya.


Fori menoleh dan melihat seorang gadis dengan perawakan cukup manis mendatanginya dengan gugup. Gadis itu tampak ragu sesaat, sebelum kemudian menyodorkan sebuah kaos berwarna abu-abu dan satu botol kecil minyak kayu putih ke tangan Fori. Wajahnya tampak tersenyum tulus saat melakukannya.


"Mungkin saja barang-barang ini bisa sedikit bantu kamu. Kebetulan aku selalu bawa ini ke mana pun karena kondisi kesehatan aku sering bermasalah."


"Kamu ...?" tanya Fori dengan raut sedikit kaget. Hal semacam itu tidak pernah terjadi sebelumnya saat ia masih SMA.


"Ah, aku Siska," jawab gadis tadi seraya menyodorkan tangannya lagi ke arah Fori. "Kamu Fori, kan? Ambil saja minyak kayu putihnya untuk kamu, aku masih punya satu lagi di tas aku kok. Kalau kaosnya, kamu bisa kembalikan ke aku kapan pun setelah masa orientasi kita."


Fori mengangguk penuh rasa haru. "Siska, terima kasih, ya!"


Siska kembali tersenyum, sebelum kemudian pergi dari hadapan Fori dan Xynth. Begitu ia pergi, Fori kembali menoleh ke arah Xynth yang berdeham.


"Klub-klub olah raga di kampus ini pasti punya kamar mandi dan sabun. Sebaiknya kamu segera merapikan diri kamu di sana sebelum permainan pertama dimulai," ujar Xynth padanya.


"Benar juga, terima kasih," jawab Fori dengan sedikit kikuk. Setidaknya meski tetap menyebalkan, tapi pria itu juga sudah membantunya.


Tanpa membuang waktu, gadis itu pun kemudian segera meluncur ke arah klub atletik yang ternyata letaknya tak begitu jauh dari fakultasnya. Di sana, ia langsung mandi dengan terburu-buru dan segera memakai kaos pinjaman dari Siska tadi. Ia lalu melapisinya dengan jas kampus milik Xynth yang sebenarnya sangat kebesaran di tubuh mungilnya, sebelum kemudian melangkah keluar dengan lebih percaya diri.


Meskipun begitu, senyumnya mendadak memudar ketika melihat Xynth ada di lapangan atletik dan tampak sedang berlari mengelilingi lapangan hanya dengan mengenakan kaos hitam di atas celana jeansnya. Pria itu ternyata tengah diawasi oleh satu orang senior yang sedang berdiri tak jauh dari Fori.


"Maaf, Kak, saya ketua tim orang itu. Dia kenapa? Apa dia lagi kena hukuman?" tanya Fori sambil menyapa sang senior.


"Siapa pun yang enggak pakai jas kampus saat masa orientasi berlangsung akan terkena hukuman, terlepas dia anak ketua yayasan atau enggak," jawab sang senior yang bertubuh besar.


"Seharusnya dia enggak perlu melakukan ini kalau dia tadi bersedia membuat surat permohonan maaf dan menyatakan alasannya, kenapa dia enggak pakai jas yang disyaratkan oleh kampus. Karena dia malah menolak, kami terpaksa menghukumnya lari keliling lapangan ini sepuluh kali."


"H---hah?! Sepuluh kali? Di siang-siang bolong begini?" seru Fori dengan mata yang terbelalak.


"Ngomong-ngomong, kamu bilang tadi kamu ketua tim?" tanya sang senior sambil menoleh. "Kenapa malah ada di sini? Semua ketua tim harus segera berkumpul di aula karena sebentar lagi akan ada instruksi permainan pertama."


Senior tersebut sudah akan berbicara lagi, tetapi ia tiba-tiba terdiam saat menyadari kalau Fori tengah memakai jas yang kebesaran, serta memegang satu jas lainnya di tangannya.


"Jas itu ...."


"Terima kasih infonya, Kak! Saya akan segera ke aula untuk mendengarkan instruksi!" teriak Fori sambil mengambil langkah seribu dari sana, sebelum seniornya itu menyadari apa yang sebenarnya terjadi padanya dan Xynth.


Ia sendiri akhirnya tiba di aula dengan napas yang tersengal-sengal, lalu segera memasukkan semua baju kotornya ke dalam tas ranselnya dengan paksa. Dahinya mengerut dengan heran. Ia masih tidak mengerti mengapa Xynth tidak menyebut namanya atau mengaku saja kalau jas miliknya dipakai oleh Fori.


Gadis itu juga bingung kenapa pria itu begitu keras kepala dan tidak mau menurut senior untuk sekadar menulis permohonan maaf. Pria itu justru memilih hukuman lebih berat seperti berlari sebagai gantinya. Fori memang merasa bersalah, tapi ia juga bingung kenapa Xynth mendadak bersikap baik dan seperti mau berkorban untuknya.


Apa dia sebenarnya bodoh ... atau ada yang dia mau dari aku? Gadis itu bertanya-tanya dengan heran dalam hatinya. Ah, tapi enggak mungkin! Apa yang dia mau dari aku yang enggak punya apa-apa?!

 

"Semuanya, silakan berdiri dan berkumpul dengan timnya masing-masing!" teriak seorang senior dari atas panggung sampai mengejutkan Fori dan semua orang di sana. Fori langsung membalikkan badannya dan melihat ke arah ketua Badan Eksekutif Mahasiswa yang berasal dari fakultas mereka, telah berdiri di atas panggung dan siap untuk memulai acara.


"Pertama, ingat baik-baik kalau pita yang kalian miliki wajib diikat di kepala sebagai tanda pengenal tim kalian," ujar sang Ketua BEM lagi. Ini membuat semua mahasiswa di sana segera mengikat pita yang mereka miliki ke kepala mereka masing-masing.


"Kedua, masa orientasi yang dipimpin oleh kami akan berlangsung selama tiga hari. Hari pertama akan menjadi hari permainan bahasa sebagai bagian utama dari Ilmu Komunikasi. Permainan kedua adalah permainan berat yang akan menguji kerja sama dan strategi tim. Dan permainan ketiga adalah permainan kreativitas dan kemampuan penerapan komunikasi kalian."


"Setiap permainan akan memakai sistem klasemen. Tim yang nantinya menjadi juara utama jelas akan mendapat hadiah. Sementara tiga tim lainnya yang kalah akan menjalani hukuman di akhir hari ketiga."


"Di setiap game harian, tim yang menang akan mendapat tiga poin. Tim yang kalah akan mendapatkan poin nol. Sementara tim yang bermain seri akan mendapatkan satu poin. Kalau sampai hari ketiga ada hasil yang imbang, maka pemenang akan dilakukan melalui sistem voting antar seluruh peserta, dan ditambah kami sebagai senior untuk menentukan juara utamanya."


"Seperti sistem klasemen di kompetisi sepak bola, ya?" komentar seeorang dari sebelah Fori.


Fori melihat Siska sudah berdiri di sampingnya dan tersenyum padanya. Gadis berambut panjang berponi tersebut terlihat seperti gadis pemalu yang juga tidak memiliki banyak teman seperti Fori.


"Teman kamu tadi, Xynth ... dia ada di mana?" tanya Siska sambil celingukan ke kiri dan ke kanan.


"Dia sedang menjalani hukuman lari karena enggak pakai jas kampus," jawab Fori dengan perasaan malu dan bersalah. "Tapi, dia bukan teman aku, kok. Kami hanya saling kenal saja dari dulu."


"Ah, begitu," gumam Siska sambil manggut-manggut. Ia kemudian kembali tesenyum dan menepuk pelan pundak Fori. "Jangan khawatir, Fori. Itu bukan salah kamu. Aku bisa sedikit membaca karakter orang. Xynth sepertinya hanya mau tim berjalan lebih nyaman dan enggak mau membuat ketua timnya dipermalukan oleh tim lain."


"Ya, mungkin saja begitu," ujar Fori sambil memegang satu botol sparkling water dingin yang tadi dibelinya di mesin otomatis.


"Itu untuk dia?" tanya Siska lagi. Fori hanya menjawab pertanyaan Siska dengan mengangguk.


"Permainan hari pertama terdiri dari tiga sesi dan masing-masing sesi akan menghasilkan poin tersendiri," lanjut Ketua BEM dari panggung, mengalihkan perhatian Fori dan Siska dari botol sparkling water di tangan Fori.


"Hari kedua dan ketiga masing-masing hanya akan memperebutkan tiga poin saja. Jadi, berusahalah maksimal untuk menang di hari pertama supaya kalian bisa langsung mengantongi sembilan poin. Seluruh tim wajib menunjuk tiga orang dalam timnya untuk nantinya menjadi pengarah di masing-masing sesi."


"Pengarah pertama wajib mengarahkan timnya untuk menemukan jawaban 'kata' yang dimaksud dengan bahasa tubuh. Sementara pengarah kedua wajib mengarahkan timnya untuk menemukan jawaban 'kata' dalam bentuk gambar. Pengarah ketiga wajib mengarahkan timnya untuk menemukan jawaban dari sesuatu dengan kata-kata berbeda."


"Sekarang, dengar saya baik-baik dan kalau perlu catat ini," ucapnya lagi. Semua ketua tim pun langsung terburu-buru mengambil alat tulis untuk mencatat instruksi darinya.


"Setiap ketua tim wajib menyiapkan 'kata' untuk lawannya masing-masing. Untuk bagian bahasa tubuh, siapkan satu kata --- HANYA SATU SUKU KATA --- yang berkaitan dengan istilah dalam dunia olahraga. Kata tersebut harus dipahami secara universal, tapi enggak boleh dalam bentuk nama, enggak boleh jenis olahraganya, enggak boleh merk atau angka."


"Nantinya, kata ini akan kalian berikan ke tim lawan dan pengarah tim lawan wajib mengarahkan pesertanya untuk menjawab kata yang dimaksud dalam waktu lima menit. Semua pengarah enggak boleh mengeluarkan suara apa pun saat memperagakan bahasa tubuh dan menggambar, atau mereka akan dinyatakan kalah. Kalau ini terjadi, lawan kalian akan diuntungkan atas hal ini dengan langsung mendapat tiga poin tambahan."


"Bagian kedua berkaitan dengan dunia pemberitaan. Di sini, tim wajib menyediakan dua atau tiga suku kata yang berkaitan dengan istilah dunia pemberitaan, yang sifatnya juga universal atau mudah dipahami secara umum. Sekali lagi enggak boleh merk, nama, atau angka. Kata-kata ini harus dibuat dalam bentuk gambar petunjuk yang wajib ditebak oleh pesertanya dengan benar dalam waktu lima menit."


"Permainan ketiga adalah tebak judul lagu. Tim wajib memberikan judul lagu asing yang lawas dengan jumlah suku kata enggak terbatas. Pengarah nantinya wajib memberi petunjuk hanya menggunakan lirik bagian utama lagu, tanpa boleh menyenandungkannya. Pengarah juga enggak boleh mengucapkan bagian lirik yang mengandung unsur kata dari judul lagu sama sekali. Enggak satu kata pun."


"Kalau pengarah enggak tahu lagu yang dimaksud, boleh terlebih dulu melihat melalui situs pencarian di handphone. Sementara peserta tim wajib menjawabnya dengan cara menyanyikan atau menyenandungkan lagunya pada bagian yang dimaksud, dan enggak boleh dengan menyebut judul saja."


"Selain pengarah, peserta lain enggak boleh menggunakan ponsel sama sekali saat bertanding. Waktu di bagian ketiga juga lima menit. Sampai di sini, apa kalian sudah mengerti apa yang harus dimainkan?"


"Mengerti!" jawab seluruh tim di aula secara serempak.


"Kalau begitu, sekarang kami akan mengundi jadwal pertemuan antar tim, siap-siap!"


"Sudah ada instruksi permainannya?" Xynth yang mendadak muncul di dekat Fori. Pria itu sudah terlihat kembali rapi dan tidak terlihat letih sama sekali. Ia bahkan terlihat lebih segar dengan rambut yang basah seperti baru mandi.


"Sudah," jawab Fori padanya dengan sungkan. Ia lalu menjelaskan panjang lebar seluruh inti permainan pada Xynth yang tampak sangat serius mendengarkannya dengan teliti.


"Baiklah," lanjut ketua BEM setelah mengambil undian dari kotak di panggung. "Tim yang akan bertarung di hari pertama adalah tim kuning melawan tim biru, serta tim hitam melawan tim merah. Di hari kedua, tim biru akan melawan tim hitam, sementara tim kuning melawan tim merah. Di hari ketiga, tim yang akan berhadapan adalah tim merah dan biru, serta tim hitam dengan tim kuning."


"Jadwal ini nantinya akan kami pajang di depan pintu aula. Sekarang kalau kalian sudah siap, kita akan mulai. Tim biru dan tim kuning boleh berdiri di sisi kiri aula, sementara tim merah dan tim hitam di sisi kanan. Kalian dipersilakan berembuk untuk menentukan pengarah masing-masing, dan mempersiapkan kata tersulit untuk lawan kalian. Sepuluh menit lagi pertandingan dimulai!"


Seluruh peserta langsung bertepuk tangan dengan riuh di ruangan aula, sebelum menuju ke lokasi tanding masing-masing.


"Ini," tukas Fori pada Xynth sambil memberikan botol sparkling water dingin, sebelum pria itu berbalik pergi. "Ini untuk kamu."


Xynth hanya terdiam saat menerimanya dan memandang heran ke arah Fori yang langsung melesat pergi setelah memberikannya. Ia lalu melihat ke arah botol dingin di tangannya dan memperhatikan punggung gadis itu lagi secara bergantian. Tidak berapa lama, ia meminum minuman dingin di tangannya tersebut dengan senyum yang terkulum.


Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Terlama
Terbaru Vote Terbanyak
Inline Feedbacks
View all comments
error: KONTEN INI DIPROTEKSI!!!
Seraphinite AcceleratorOptimized by Seraphinite Accelerator
Turns on site high speed to be attractive for people and search engines.