8 September 2023
Lantai 43 atau lantai teratas di Baven Tower ternyata sesuai dengan apa yang digambarkan orang-orang selama ini. Desain lantai itu sangat berbeda dibandingkan desain lantai lainnya di sana yang rata-rata seragam.
Untuk naik ke lantai eksekutif tersebut, Kiran harus memakai kartu akses khusus yang berbeda dengan miliknya sebelumnya dan juga lift yang berbeda. Karena ia belum memiliki kartu akses untuk naik ke lantai eksekutif, Kiran sementara naik dengan didampingi seorang petugas keamanan senior dari lantai bawah.
Begitu keluar dari lift bersama sang petugas keamanan, hal pertama yang langsung dilihatnya adalah lorong serba cokelat keemasan dengan plafon yang sangat tinggi. Ada dua resepsionis yang berjaga di meja terdepan lorong itu. Seperti prosedur yang Kiran terima saat ia kerja di lantai sembilan, resepsionis di sana juga menyambut siapa pun, termasuk Kiran dan sang petugas keamanan yang bersamanya, dengan sikap yang ramah.
Tepat di belakang dinding meja resepsionis tersebut, ada ruang besar mewah yang katanya ditujukan sebagai ruang tunggu bagi para tamu penting Baven Group. Di sana, ada deret sofa empuk dan juga berbagai patung klasik yang membuat ruangan itu terlihat seperti lounge sebuah hotel bintang lima. Selain itu, ada juga pelayan berseragam khusus yang bertugas untuk menyiapkan minuman dan makanan-makanan kecil bagi tamu di lantai 43.
Ruang menuju area kerja tim Jevan sendiri ada di sisi bagian kiri lorong meja resepsionis. Sementara area kerja Selia dan ruang-ruang kerja top eksekutif Baven Group lainnya ada di sisi kanannya. Menurut petugas keamanan yang bersama Kiran, ruang rapat untuk para pemegang saham sendiri ada di lantai 42, tepat satu lantai di bawah lantai area kerja orang-orang terpenting Baven Group.
Begitu masuk ke sisi kiri lorong tempatnya nanti akan bekerja, Kiran langsung dihadapkan dengan sebuah ruang tamu lainnya yang lebih formal dan kaku. Ada empat ruangan lagi di sekitar ruang tamu tersebut. Satu di antaranya adalah ruangan kerja Jevan, satu lainnya adalah ruangan kerja Paskal, satu ruangan lagi untuk tim sekretaris Jevan, lalu ada satu ruangan terakhir yang konon merupakan ruang istirahat Jevan.
Betapa senangnya Kiran ketika ia masuk ke ruangan tim sekretaris tersebut, ia melihat sudah ada Dika di sana. Melihat Kiran dan Dika langsung saling berteriak girang saat keduanya kembali bertemu, sang petugas keamanan langsung pamit untuk meninggalkan Kiran.
"Yang aku dengar, kamu lagi dirawat di rumah sakit, tapi kenapa sekarang kamu malah ke kantor?" tanya Dika begitu melihat sang petugas keamanan sudah menghilang di balik pintu.
"Aku baru keluar pagi tadi dan sebenarnya enggak harus langsung masuk ke kantor hari ini," jawab Kiran sambil tersenyum lebar. "Tapi karena Aldi bilang ini adalah hari ulang tahun Baven Group, siang ini aku langsung ke sini. Lagian, aku juga penasaran untuk lihat tempat kerja kita yang baru."
"Itu makanya kamu datang dengan masih pakai seragam resepsionis kamu?" tanya Dika sambil melirik ke arah seragam longgar Kiran dengan pandangan aneh.
"Memangnya kita enggak pakai seragam ini lagi?" Kiran malah bertanya balik dengan bingung.
Dika langsung tertawa geli. "Kiran, yang wajib pakai seragam di kantor ini kan hanya resepsionis, petugas keamanan, sama petugas khusus seperti OB dan lain-lainnya. Kita di sini sudah bisa tampil kayak karyawan lainnya yang pakai baju bebas. Hanya saja, sekarang kita diwajibkan pakai kemeja, atau jas, atau juga blazer bagi staf perempuan."
"Eh? Aku belum dikasih tahu soal itu," gumam Kiran dengan kaget. Fokus gadis itu lalu beralih setelah teringat akan sesuatu. "Aku baru ingat, katanya papa kamu lagi sakit, kan? Kok kamu juga ada di sini?"
Mulut Dika langsung menyunggingkan senyum lebar saat mendengar pertanyaan Kiran tersebut. "Tadi malam aku dihubungi sama Pak Sobar, kepala sekretaris di sini. Dia bilang aku dimutasi dan harus tanda tangani kontrak kerja baru. Selain itu, adik perempuan aku yang baru lulus kuliah udah datang dari Surabaya untuk gantian temani papa aku di rumah sakit. Kondisi papa aku kebetulan juga udah membaik, kok."
"Aku enggak 'ngerti kenapa aku bisa dapat keberuntungan sebesar ini," lanjut Dika lagi. "Awalnya pas dikasih tahu kalau aku diminta kerja sebagai asistennya Pak Jevan, terus terang aku agak takut. Tapi waktu Pak Sobar bilang kalau aku bakal dapat kenaikan gaji sampai empat kali lipat, aku langsung setuju. Itu makanya pagi-pagi tadi aku langsung nekat ke sini untuk tanda tangani kontrak sebelum mereka berubah pikiran."
Meski antusias, kening pria itu mendadak mengerut karena mengingat sesuatu. "Aku sudah hampir tiga tahun kerja di sini, tapi Pak Jevan enggak pernah ngomong sama aku sekali pun. Apa mungkin karena waktu itu kamu sambut dia dengan lebay di kantor kita, dia mendadak jadi tertarik sama kita, tim resepsionis Baven Technology?"
Kiran langsung menggaruk-garuk kepalanya sambil tertawa. "Ah, enggak mungkin karena itu! Mungkin kita hanya kebetulan lagi beruntung aja."
"Tapi kontak kita sama Pak Jevan kan hanya waktu dia datang untuk rapat ke tempat kita?" ucap Dika dengan bingung. "Ngomong-ngomong, gaji kamu juga naik empat kali lipat?"
Kiran mengangguk. "Tapi gaji aku sebelumnya kan hanya sesuai standar gaji karyawan pemula. Tentunya kalau dikali empat, gaji aku tetap enggak akan sebesar gaji kamu sekarang. Aku yakin gaji kamu sekarang sudah sama dengan gaji kalangan manajer di sini."
"Kamu tahu kalau bonus tahunan di lantai eksekutif katanya sangat besar?" kata Dika lagi dengan mata yang berkilat-kilat antusias. "Menurut kontrak, sebagai asisten Pak Jevan, kita juga akan dibantu untuk kredit mobil kalau kita mau, atau bisa pilih untuk dikasih voucher taksi aja. Selain itu, kita juga dikasih biaya komunikasi dan juga dapat biaya lembur yang besar."
"Aku juga baru tahu soal itu," respons Kiran dengan bola mata yang semakin berbinar senang.
"Memangnya kamu enggak baca isi kontrak kamu? Semuanya tertera di kontrak, kok."
Kiran menggeleng. "Kontraknya terlalu panjang, jadi aku langsung tanda tangani aja setelah lihat jumlah gajinya."
"Jadi kamu enggak lihat ada satu pasal aneh di kontrak kita?" tanya Dika lagi. "Yang buat kontrak kita itu Pak Paskal langsung. Bahkan Pak Sobar aja katanya enggak diperbolehkan baca isi kontrak aku tadi dan hanya minta aku tanda tangani isi kontrak di map tertutup, terus suruh aku taruh itu di meja ruangan Pak Paskal setelah ditandatangani."
"Memangnya ada pasal aneh apa sih?"
Dika lalu melirik ke kiri dan ke kanannya sebelum berbisik, "Kita enggak diperbolehkan bicara tentang apa pun yang terkait sama Pak Jevan ke pihak mana pun, kecuali kalau kita diminta untuk melakukannya. Mereka berhak ambil langkah hukum ke kita kalau kita nekat melanggar ini."
"Sepertinya," sambung Dika dengan cepat, "tugas kita nanti akan banyak bersinggungan sama privasi Pak Jevan dan kehidupan keseharian dia. Itu makanya kita diminta untuk tinggal di rumahnya dan diminta merahasiakan segalanya tentang dia. Ada denda minimal sepuluh miliar yang akan dikenakan ke kita kalau kita membocorkan privasi dia ke publik. Semuanya tergantung tingkat kerugian Pak Jevan karena itu."
Raut wajah Kiran berubah kaget. "MINIMAL SEPULUH MILIAR?! Jadi kalau dia terlibat dengan kasus hukum, kita enggak boleh bicara?"
"Itu pintarnya Pak Paskal. Sesuai hukum yang berlaku, kita jelas tetap bisa laporkan Pak Jevan ke polisi kalau ada pelanggaran hukum yang dia lakukan. Tapi, meski kasus hukum dia diproses sekalipun, pihak mereka juga punya hak untuk memberlakukan denda ke kita sesuai perjanjian kontrak."
"Ini jelas bakal buat orang jadi takut ngapa-ngapain, kan?" sambung Dika. "Pak Jevan bisa bebas karena dia kaya, sementara kita harus bayar minimal sepuluh miliar kalau laporin dia ke polisi."
"Yang aku dengar," tambahnya lagi, "Pak Jevan itu orang yang sangat sering kena kasus, tapi anehnya dia selalu lolos dari jeratan hukum. Aku pernah dengar kalau dia dan Pak Paskal itu kayak mafia yang punya orang-orang suruhan untuk lakukan 'hal-hal tertentu'."
Kiran tentunya juga bisa mengonfirmasi isu seputar Jevan yang selalu lolos dari jeratan hukum tersebut, tetapi ia hanya memilih diam karena mulai merasa curiga dengan isi kontraknya sendiri.
"Tapi Kiran, siapa juga yang mau laporkan Pak Jevan ke polisi?" ucap Dika, mendadak tertawa senang lagi. "Gaji kita terlalu tinggi untuk peduli dengan risikonya. Mending kita hidup aman dengan selalu pura-pura enggak tahu tentang apa pun yang dia lakukan di luaran sana. Hahaha!"
Benar juga, ujar Kiran dalam hatinya. Gaji bulanan aku sudah sama dengan pendapatan setengah tahun mama aku dari warung makannya, kenapa aku harus khawatir duluan dengan pasal itu?
Kiran lalu menghembuskan napasnya. "Pak Jevan dan Pak Paskal sudah datang? Kata perawat di rumah sakit tadi, dia juga maksa keluar dari rumah sakit pagi-pagi untuk hadiri acara ulang tahun Baven Group."
Dika menggeleng. "Di tahun-tahun sebelumnya, kalau acara ulang tahun yang di kantor, dia baru datang pas sore. Itu pun hanya sebentar untuk kasih penghargaan ke karyawan-karyawan atau tim yang berprestasi. Dia biasanya baru akan hadir secara penuh di acara ulang tahun Baven Group yang digelar secara khusus untuk semua tamu-tamu penting kita di luar. Acara ini digelar besok di Demartz Convention Centre."
"Oh, begitu...," gumam Kiran sambil mengangguk-angguk. "Terus yang lainnya ke mana? Kenapa enggak ada orang lain di sini selain kamu?"
"Kamu lupa? Aku kan sudah bilang ke kamu kalau para karyawan biasanya bebas tugas di hari ulang tahun Baven Group. Mereka semua lagi ke bawah sebentar untuk ikut makan-makan dan main game," jawab Dika. "Aku sendiri diminta tunggu di sini dulu sama Pak Sobar untuk jaga-jaga kalau Pak Jevan mendadak datang lebih cepat."
"Kamu mau ke bawah dan gabung sama mereka?" tanya Dika padanya. "Pasti di bawah sekarang banyak makanan-makanan mewah dan berbagai hadiah untuk para karyawan di sini. Kalau Pak Sobar udah naik lagi, aku akan temani kamu."
Kiran mengangguk. "Tapi mungkin aku enggak bisa lama-lama karena aku belum siapkan barang-barang untuk pindahan ke rumah Pak Jevan hari Minggu nanti. Kamu juga diminta pindah hari Minggu, kan?"
"Iya, tapi aku minta itu diundur sampai hari Senin karena aku masih harus gantian jaga papa aku di rumah sakit," ujar Dika. "Tapi kamu udah tahu kalau orang-orang di lantai eksekutif wajib hadir di acara ulang tahun Baven Group yang di luar besok, kan?"
"Kita juga sudah diwajibkan untuk hadir?" Kiran malah bertanya balik dengan kaget.
"Tadi Pak Sobar yang kasih tahu aku. Katanya, kita sebaiknya datang aja meski enggak langsung kerja. Acara itu katanya selalu dihadiri sama para pemegang saham dan tamu-tamu terpenting Baven Group. Jadi, dengan datang, kita bisa mulai belajar mengenali mereka lebih cepat."
"Tapi aku enggak punya baju pesta sama sekali. Itu pasti acara besar, kan?"
"Kayaknya untuk hal-hal kayak gitu kamu bisa minta bantuan ke timnya Bu Selia," kata Dika sambil berdiri. "Orang-orang humas yang di bawah corporate secretary biasanya punya stok baju yang bisa dipakai untuk acara-acara besar Baven Group. Mereka semua sangat peduli dengan penampilan, jadi enggak akan biarkan orang-orang kita tampil asal di depan para tamu."
Selia?
Kiran mendadak mendengus mendengar nama itu disebut oleh Dika. Meski Jevan kemarin mengatakan kalau ada kesalahan soal pemecatannya, tapi Kiran sudah telanjur tahu dari Aldi lebih dulu kalau Selia yang memecatnya. Itu makanya meski ia sekarang sudah kembali bekerja di sana, ia masih luar biasa kesal saat mengingat apa yang bekas teman baiknya itu lakukan padanya.
Bak pucuk dicinta ulam tiba, orang yang baru dipikirkan oleh Kiran itu mendadak muncul di sana bersama dengan Vira, teman SMA Kiran lainnya, yang sebelumnya membantu Kiran memakai makeup di kantor Baven Technology. Begitu melihat Kiran ada di sana, Selia tampak sedikit terkejut, tetapi ia kemudian langsung tersenyum hangat dan menghampiri Kiran.
"Jevan udah kasih tahu aku kalau dia angkat kamu sebagai asisten pribadinya," ucap Selia dengan nada yang terdengar seperti ikut senang. "Selamat, Kiran! Mulai sekarang kita akan lebih sering bertemu."
Kiran lagi-lagi mundur dengan kaku saat bertemu dengan Selia. "Ah ya, makasih, Bu Selia."
"Jevan akan datang sebentar lagi," kata Selia lagi. "Kamu lagi lihat-lihat situasi di sini, ya? Ruang sekretaris sepertinya nanti akan penuh. Kamu sudah dapat meja kerja, kan?"
Kiran menggeleng. "Aku belum dikasih tahu di mana nanti aku akan kerja. Mungkin---"
"Apa maksud kamu?" potong Dika dengan tampang heran. "Kamu sudah dapat meja kerja kok, Kiran."
Kiran mengangkat alis matanya ke arah Dika. "Aku sudah dapat meja kerja?"
Dika mengangguk. "Tadi Pak Sobar diminta sama Pak Paskal untuk sediakan satu meja lagi buat kamu. Tapi karena khawatir ruang sekretaris akan terlalu penuh, meja khusus kamu diminta diletakkan di ruang istirahatnya Pak Jevan. Katanya kamu akan kerja dari sana aja."
"Apa kamu bilang?" tanya Selia sambil menoleh ke arah Dika dengan raut terkejut. "Meja Kiran enggak ditempatkan bareng kamu di ruang sekretaris?"
"Ka---katanya begitu, Bu," jawab Dika sambil mengangguk. "Kata Pak Sobar tadi... ini permintaan dari Pak Paskal. Jadi, Kiran nantinya akan kerja sendirian di ruang istirahatnya Pak Jevan."
Kaget kan Selia huhuhu…Upaya apalagi yang akan dilakukan pd Kinar?
Semangat Thor. Mampir nih, karena ga bisa move on dari Gendis dan Yoga. Siapa tahu season 2 nya sudah ada. Semua novel otor keren 2.