...

7. Awal Cinta Segi Empat #1

 

"Mbak, saya enggak bermaksud untuk bersikap enggak sopan, tapi Mbak ... mungkin sudah salah masuk ke toilet laki-laki."

 

Jevan mengira ucapannya itu akan membuat gadis di depannya langsung tersadar dan akan segera bereaksi, tetapi gadis tersebut malah terlihat tetap asyik bersenandung sambil terus mencuci seragamnya di wastafel.

 

Apa-apaan dia? Apa dia budek?

 

Pria itu mengarahkan matanya lagi ke pantulan cermin di depan Kiran dan menatap ke arah Kiran yang tengah menunduk dengan lebih saksama. Baru di saat itu ia menyadari kalau sang resepsionis ternyata tengah menggunakan wireless earphone di telinganya. Benda tersebutlah yang kemungkinan membuat gadis itu tidak mendengar kedatangan Jevan sama sekali di sana.

 

Tentunya saat mengamati Kiran dari tempatnya, tanpa sadar pandangannya juga melebar ke mana-mana. Bola mata pria itu kini turun ke arah bawah dagu Kiran, lalu berhenti di area tubuh bagian atas sang gadis yang hanya berbalut bra. Di bagian bawah lehernya yang jenjang, Jevan bisa melihat lekuk-lekuk indah dan sangat menonjol milik gadis tersebut.

 

Pria itu tertegun --- nyaris tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sana. Entah mengapa, mendadak ia merasa darah di seluruh tubuhnya berdesir dan kulit di tubuhnya jadi merinding. Ada sesuatu yang tiba-tiba membuatnya ingin melangkah lebih maju ke arah sang gadis.

 

Namun, alih-alih mengikuti dorongan dari pikiran gelapnya, Jevan malah berbalik dengan sikap yang seolah-olah tenang, dan kemudian kembali keluar dari toilet tersebut. Begitu sudah menutup pintu toilet dan berdiri di baliknya, ia lalu menarik napasnya dalam-dalam, dan kini meletakkan sebelah telapak tangannya ke wajahnya yang mendadak merah padam.

 

Barusan itu ... BAHAYA SEKALI! Ia berseru dalam hati dengan jantung yang kembali berdegup. Kenapa tiba-tiba aku jadi mikirin 'hal-hal kayak gitu' di dalam tadi?

 

Enggak seharusnya aku malah diam ngelihatin dia di dalam sana tadi! Apa bedanya aku dengan orang-orang aneh yang senang mengintip perempuan sedang mandi?! Kenapa dengan aku?

 

Jevan kini menggelengkan kepalanya dengan keras dan langsung mengusap wajahnya. Namun setelah bengong cukup lama di depan pintu, pria itu mendadak kembali teringat kalau ia tidak sedang berada di posisi yang salah. Justru adanya sang resepsionis dengan penampilan terbuka di dalam toilet tersebut yang membuatnya jadi serba salah.

 

Apa perempuan ini sengaja melakukannya agar dilihat kaum laki-laki? Apa dia memang punya karakter genit dan penggoda? 

 

Mendadak kesal, Jevan kemudian kembali berbalik ke arah pintu toilet. Butuh waktu sampai hampir satu menit baginya untuk menenangkan pernapasannya lebih dulu, sebelum ia akhirnya memutuskan untuk kembali masuk. Namun, saat ia sudah akan menarik kembali gagang pintu toilet di depannya, tangan seseorang mendadak menepuk bahunya dari samping.

 

"Jevan, kamu ternyata ada di sini!" seru Selia, tunangannya, dengan napas yang terdengar tersengal-sengal.

 

"Aku tadi cari kamu sampai ke ruang rapat, tapi kata Paskal kamu ke toilet," sambung Selia dengan wajah yang tampak antusias. "Ada kabar bagus. Kenalan aku di kepolisian barusan nelepon aku. Katanya, posisi salah satu dari dua laki-laki yang aku dan kamu cari sejak delapan tahun lalu sudah berhasil dilacak sama mereka."

 

"Salah satu dari ... apa?"

 

"Pembunuh mama dan papa aku. Orang yang sedang kita cari itu katanya sedang dalam perjalanan kapal dari luar negeri menuju ke Indonesia. Sebentar lagi, kapalnya akan berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok dan para polisi yang sudah berjaga di sana akan segera menangkapnya."

 

Jevan mendadak terlihat seperti berpikir. Tidak berapa lama kemudian, ia langsung melangkah cepat meninggalkan Selia yang masih berdiri di depan toilet.

 

"Jevan, kamu mau ke mana?" teriak Selia dari belakang dengan raut bingung.

 

"Aku dan Paskal akan langsung urus ini," jawab Jevan. "Sebelum polisi yang menemukannya, aku harus lebih dulu tangkap dia dan siksa dia ."

 

"Ta---tapi Jevan ...."

 

Ucapan Selia terputus begitu ia melihat punggung Jevan kini sudah menghilang dari ujung lorong toilet. Gadis itu lalu menghela napasnya dan sudah akan ikut berjalan menyusul Jevan. Namun, suara senandung perempuan dari dalam pintu toilet di sampingnya membuat langkahnya seketika terhenti.

 

Aku enggak salah dengar? Itu ... suara Kiran?

 

Ia langsung menoleh ke arah pintu yang tertutup tersebut dan langsung mendongak ke arah simbol yang tertera di sana. Begitu sudah merasa yakin kalau toilet di depannya adalah toilet pria, gadis itu pun langsung membuka pintu toilet tersebut dan memandang ke dalamnya.

 

Apa yang ada di depannya saat itu jelas membuatnya sangat kaget. Meskipun sempat terdiam cukup lama di sana dengan ekspresi yang seperti menahan sesuatu, ia kemudian memutuskan untuk berjalan ke arah Kiran.

 

Begitu sudah ada di samping Kiran, tangan Selia segera menarik earphone di telinga gadis itu. Melihat Kiran yang langsung terlonjak kaget, Selia langsung tersenyum padanya.

 

"Kamu sepertinya lagi asyik nyanyi-nyanyi sambil cuci baju kamu di sini?" tanya Selia sambil melirik ke arah baju seragam Kiran yang tampak basah di wastafel.

 

Kiran yang masih sangat kaget, mengerjapkan matanya ke wajah Selia. Secara refleks, ia langsung menarik tubuhnya untuk mundur dari sahabat masa lalunya yang berdiri terlalu dekat dengannya itu.

 

"Seragam kamu kotor?" tanya Selia lagi.

 

Kiran langsung mengangguk. "Ma---maaf, Selia ... maksud saya, Bu Selia. Tadi baju saya ketumpahan kopi dan Dika menyarankan saya untuk langsung mencucinya. Itu makanya saya sekarang lagi berusaha untuk cuci ini supaya bisa langsung dipakai lagi."

 

"Dika?"

 

"Dia ... sesama resepsionis di sini."

 

Selia menarik napasnya dalam-dalam. "Terus kamu ke sini dan mencuci baju kamu dengan penampilan setengah telanjang?"

 

Kiran mendadak menunduk untuk melihat penampilannya sendiri. Begitu teringat kalau ia memang masih dalam kondisi terbuka, secara refleks, ia langsung menutupi area atas tubuhnya dengan kedua tangannya.

 

"Sa---saya lupa. Saya pikir, biasanya ini jam-jam toilet depan paling sepi karena semua orang lagi sibuk kerja dan tamu belum datang."

 

"Kamu bilang 'biasanya'? Setahu saya, kamu baru dua hari di sini, kan?" tanya Selia lagi.

 

Meski nada bicara mantan pacar Aldi itu tidak terdengar tinggi, Kiran bisa menangkap jelas kemarahan Selia. "Saya rasa, sesama perempuan enggak akan---"

 

"Ini toilet laki-laki," potong Selia dengan cepat. "Ini toilet laki-laki, dan karena ini toilet depan, para tamu perusahaan yang datang biasanya juga pakai toilet ini."

 

Kiran sempat terdiam sejenak. Namun dengan ekspresi yang bingung, ia lalu menoleh ke arah ruangan di sekelilingnya dan mengamatinya dengan teliti. Begitu ia melihat ada deret urinoir di sebelah deret bilik, gadis itu pun sontak berseru tertahan dengan wajah syok.

 

"Su---sumpah, saya benar-benar enggak sadar soal ini," ujarnya dengan perasaan malu dan gugup. "Mata saya tadi dalam kondisi perih karena kena kopi. Saya langsung masuk ke sini dan kira ini toilet perempuan karena tadi sempat lihat ada petugas kebersihan perempuan dari dalam sini. Saya enggak kepikiran untuk ngecek---"

 

"Kamu tahu kan kalau petugas kebersihan perempuan memang sesekali membersihkan toilet laki-laki?" ucap Selia lagi. "Tapi, bahkan mereka saat melakukannya wajib ngecek dulu apa di dalam toilet lagi ada laki-laki atau enggak."

 

"Tapi kamu ...," sambungnya, "kamu masuk ke sini dengan ceroboh, buka baju kamu di sini sampai hanya tersisa pakaian dalam aja, terus ... kamu nyanyi-nyanyi sambil nyuci baju kamu dan buat lantai di bawah wastafel jadi becek."

 

Dengan panik, Kiran lalu langsung mengambil lembaran tisu dari atas wastafel untuk langsung mengusap lantai di bawahnya yang basah. Namun, tangan Selia mendadak menarik kembali bahunya untuk berdiri. Kini, tunangan Jevan tersebut kembali menarik napasnya dalam-dalam, dan memaksakan dirinya untuk tersenyum pada Kiran lagi.

 

"Ada karyawan lain yang punya tugas untuk ngepel lantai toilet," ujarnya sambil tetap menyentuh bahu Kiran di depannya. "Kamu masih baru dua hari di sini, jadi saya akan anggap ini sementara sebagai kesalahan kecil aja. Sebaiknya, sekarang kamu pakai baju kamu lagi dan keluar dari toilet ini. Lain kali, usahakan untuk lakukan hal-hal begini di ruang makeup tim humas aja. Kamu ngerti?"

 

Saking takutnya dipecat, Kiran langsung mengangguk bak robot.

 

Selia sendiri lalu melepaskan bahu Kiran dan setelah itu pergi meninggalkannya. Meskipun sudah keluar dari pintu toilet tersebut, ia tidak langsung menyusul Jevan. Karena masih ingat dengan jelas kalau ia sempat melihat Jevan tadi berdiri cukup lama di depan toilet, Selia tiba-tiba memutuskan untuk lebih dulu pergi ke ruang teknisi.

 

Di sana, gadis itu langsung menghampiri seorang karyawan pria yang sedang berjaga di ruang dalam dan tersenyum padanya. Tentunya karena terkejut melihat kehadiran orang dengan jabatan setinggi Selia di depannya, sang teknisi jadi luar biasa heboh.

 

"Saya boleh minta bantuan?" tanya Selia pada sang teknisi dengan ramah. "Boleh saya lihat rekaman CCTV di lorong toilet depan Baven Technology selama satu jam terakhir ini?"

 

"Rekaman CCTV lorong toilet depan, Bu?" ulang karyawan itu dengan bingung.

 

"Saya tadi enggak sengaja jatuhin sesuatu, tapi saya enggak yakin apa saya ngejatuhin itu waktu lagi ngobrol sama Jevan di sana ... atau mungkin di tempat lainnya," jawab Selia. "Itu makanya saya butuh lihat CCTV dulu."

 

Sang karyawan seketika mengangguk. "Jelas boleh, Bu. Saya akan langsung memutar ulang rekaman CCTV-nya untuk Ibu."

 

Selia kembali tersenyum. Sekitar setengah jam kemudian setelah melihat isi rekaman CCTV tersebut, Selia akhirnya keluar lagi dari ruangan teknisi Baven Technology. Hanya saja, wajah gadis itu ... kini sudah tidak lagi tersenyum seperti sebelumnya.

 

___

 

Kediaman Jevan Baven, pukul 22.00 WIB

 

"Kamu lagi nginap?"

 

Paskal Baven terlihat sangat kaget saat melihat kehadiran Selia di rumah Jevan malam itu. Gadis itu terlihat sedang duduk dengan tenang di ruang tengah lantai dua dengan hanya mengenakan kimono tipis yang membalut pakaian tidurnya.

 

"Padahal kamu sudah lama enggak nginap di sini dan selalu langsung pulang ke apartemen kamu kalau kebetulan datang," ucap Paskal lagi. "Tumben-tumbennya sekarang kamu mau nginap di sini lagi."

 

"Yang dibunuh itu orang tua aku, jelas aku yang paling pantas ada di sini untuk dengar alasan kenapa pembunuh itu melakukannya," jawab Selia dengan ekspresi dingin. "Aku yang paling berhak untuk tahu, aku yang kasih tahu Jevan soal posisi orang itu, tapi kalian diam-diam bawa dia ke sini tanpa kasih tahu aku sama sekali?"

 

"Jevan hanya belum sempat untuk kasih tahu kamu perkembangannya,"ujar Paskal membela Jevan. "Aku dan dia sudah tujuh jam menginterogasi orang bernama Dudi itu di ruang bawah tanah dan belum dapat hasil apa pun. Kamu tahu kan kalau di bawah sana sinyal handphone kurang bagus?"

 

"Kalaupun kami sudah dapat informasi dari dia, enggak mungkin Jevan enggak kasih tahu kamu," lanjutnya. "Orang bernama Dudi itu bahkan enggak mau bilang di mana rekannya yang satu lagi? Jevan tadi sampai berkali-kali mau hajar dia. Kamu tahu kan kalau Jevan itu paling enggak peduli sama risiko hukum?"

 

Setelah mengucapkan itu, Paskal mendadak menyentuh area leher dan pundaknya sendiri. "Ah, kalau ingat gimana aku dan yang lain-lainnya tadi sampai harus terus cegah Jevan untuk bunuh dia, badan aku mendadak kerasa pegal-pegal lagi. Jevan itu selama ini makan apa sih sampai tenaganya sebesar itu?"

 

Melihat Selia tidak bereaksi atas gurauannya, Paskal lalu mengalihkan pembicaraannya. "Kalau kamu sudah di sini, artinya kamu juga sudah ketemu sama Jevan dan dengar dari dia sendiri tadi. Dia sudah tidur?"

 

Selia mengangguk meski dengan raut wajah tetap tak bersahabat. "Dia lagi capek. Aku sudah kasih obat dia seperti biasanya, jadi sekarang dia udah tidur nyenyak."

 

Gadis itu lalu berdiri dari kursinya. "Aku juga mau tidur sekarang. Tapi aku kasih saran ke kamu, sebaiknya kamu mikirin dengan cepat apa yang akan kamu bilang ke pihak kepolisian kalau nanti mereka tahu siapa yang bawa orang itu dari pelabuhan. Polisi jelas akan anggap tindakan kalian ini sebagai tindak penculikan."

 

Paskal hanya terdiam. Baru saja Selia akan berjalan meninggalkannya, mendadak suara tembakan terdengar menggelegar dari arah bawah rumah Jevan. Baik Selia maupun Paskal yang sama-sama dengar suara tersebut, seketika saling beradu pandang dengan ekspresi wajah yang kaget.

 

Secara refleks, Selia lalu berlari ke arah kamar Jevan yang letaknya tidak jauh dari sana. Begitu membukanya, ia tiba-tiba langsung berteriak ke arah Paskal dengan suara yang gugup.

 

"Pa---paskal, Jevan enggak ada di kamarnya!"

 

Paskal terbelalak. Dengan panik, pria itu kemudian memutuskan untuk segera berlari ke arah bawah.

 

"Selia, ruang bawah tanah!" teriaknya sambil melesat ke arah tangga.

 

Seiring dengan langkah kaki Selia dan Paskal yang sama-sama berlari ke bawah, suara teriakan seorang wanita tiba-tiba terdengar dari arah yang sama dengan asal suara tembakan tadi. Mendengar itu, baik Paskal maupun Selia sama-sama langsung mempercepat langkah kaki mereka menuju ke ruang bawah tanah.

 

Namun, apa yang dilihat keduanya selanjutnya adalah hal yang membuat mereka semua langsung mematung kaku. Di pintu ruang bawah tanah, sudah ada seorang pelayan wanita yang sedang berjongkok di lantai sambil menangis ketakutan, dan juga ibu Paskal yang sedang menelepon polisi.

 

Sementara di dalamnya, ada Jevan yang sedang berdiri dan memandang dengan tatapan yang dingin ke arah Dudi, tersangka pembunuhan orang tua Selia ... yang kini sudah resmi menjadi mayat berdarah.

 

Subscribe
Notify of
guest

1 Komentar
Terlama
Terbaru Vote Terbanyak
Inline Feedbacks
View all comments
Dina
Guest
Dina
7 months ago

Yey akhirnya update juga

error: KONTEN INI DIPROTEKSI!!!
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4499#!trpen#Optimized by #!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4498#!trpen#Seraphinite Accelerator#!trpst#/trp-gettext#!trpen##!trpst#/trp-gettext#!trpen#
#!trpst#trp-gettext data-trpgettextoriginal=4500#!trpen#Turns on site high speed to be attractive for people and search engines.#!trpst#/trp-gettext#!trpen#